Suara Prabowo-Girbran Makin Tak Terbendung, Pilpres 2024 Dibajak Jokowi dan Kroni

Senin, 19 Februari 2024 | 10:23
Suara Prabowo-Girbran Makin Tak Terbendung, Pilpres 2024 Dibajak Jokowi dan Kroni
Capres 02, Prabowo Subianto saat menerima telepon dari presiden negara lain. (@prabowo)
Penulis: Rizki L Sundana | Editor: AyoBacaNews

AyoBacaNews.com - Di luar dugaan, dalam hitungan sementara yang baru mencapai 70 persen, suara Prabowo-Gibran makin tak terbendung. 

Dalam persaingan pemilihan presiden 2024 yang digelar Rabu, 14 Februari 2024, suara Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD jauh di bawahnya.

Per Senin, 19 Februari 2024, perolehan suara Prabowo-Gibran berdasa real count terbaru Pilpres, peroehan suara Prabowo makin melejit.

BACA JUGA: Bawaslu Minta KPU RI Hentikan Sementara Informasi Terkait Data Perolehan Suara

Dilihat dari akun resmi KPU pada pukul 09.15 WIB, memperlihatkan hasil real count Pilpres 2024 mencapai 70 persen. 

Tertulis di laman KPU, suara yang terekap baru 580.653 TPS dari total keseluaruhan 823.236 TPS. 

Hasil perhitungan suara atau real cout Pilpres terbaru, memperlihatkan dominasi suara  paslon nomor urut 2, Prabowo-Gibran. 

Paslon nomor urut 02 suara sementara sebesar 58,3 persen atau 54.611.079. Sementara paslon nomor urut 01, Anies-Imin, suara mencapai 22.815.864 atau 24,36 persen. 

Lalu yang terakhir, paslon nomor urut 3, mendapat suara sebesar 17,34 persen atau 16.243.387. 

Dibajak rezim Jokowi

Menilik proses pilpres 2024, Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis memiliki sikap politis. 

Kolasi tersebut menyatakan secara tegas jika hasil Pemilu 2024 dibajak rezim pemerintah yang berkuasa. 

Kelompok masyarakat sipil ini menyatakan dan mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk merapatkan barisan dan bergerak menyelamatkan demokrasi Indonesia. 

Dalam rilis resmi yang diterima AyoBacaNews.com pada Senin, 19 Februari 2024, koalisi menilai, pemungutan suara yang diselenggarakan pada 14 Februari 2024 lalu mengonfirmasi pemerintahan Joko Widodo telah memobilisasi sumber daya negara untuk memenangkan Calon Presiden Prabowo Subianto yang didampingi oleh anak sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka. 

"Sejak awal (proses kemunculan Gibran), koalisi menilai bahwa Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming adalah Paslon yang bermasalah," kata Perwakilan Koalisi, Julius Ibrani  dalam keterangan tertulis.

Dituliskan jika Capres Prabowo, diduga sebagai pelanggar HAM karena telah melakukan penculikan aktivis HAM pada 1997-1998 yang telah diakuinya. 

Julius mengemukakan apa yang dilakukan Prabowo membuatnya dicopot dari dinas kemiliteran oleh Dewan Kehormatan Perwira (DKP) pada 3 Agustus 1998. 

Gibran produk KKN

Sementara itu, koalisi juga menilai majunya Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres Prabowo, adalah produk Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

Bukan itu saja, mereka melihat jika munculnya Gibran merupakan bentuk pengabaian agenda Reformasi 1998. 

Gibran bin Jokowi juga dinilai sarat praktik KKN dan melanggar etika konstitusi. Dalam hal ini koalisi menilai tidak ada kepentingan rakyat yang diwakilinya. 

Tegas dikatakan, karena kepentingan utamanya adalah mengamankan dan melanggengkan kekuasaan pribadi, keluarga, dan kroni-kroni Jokowi. 

Pembajakan MK

Gibran disebut tak layak jadi cawapres lantaran lahir dari pembajakan terhadap Mahkamah Konstitusi (MK) melalui pamannya yang saat itu menjabat Ketua Majelis Hakim dalam persidangan MK, Anwar Usman.

Kemudian atas kegaduhan yang terjadi, Putusan Mahkamah Kehormatan MK (MKMK) bersikap keras.

MKMK sangat jelas menyatakan terjadi pelanggaran etik berat dalam Putusan 90/2023 yang membuka jalan Gibran menjadi Cawapres. 

Dengan lahirnya putusan MKMK, koalisi menilai jika lembaga penyeleggara, KPU harusnya menolak Gibran sebagai calon wakil presiden pasangan Prabowo.

Koalisi menilai putusan KPU tidak sesuai dengan Peraturan KPU (PKPU). PKPU baru diubah kemudian setelah Pendaftaran Pasangan Capres-Cawapres 02 diterima. 

Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) juga menyatakan bahwa Ketua dan Komisioner KPU melanggar etik berat. 

Diberikan pula sanksi peringatan keras terakhir terhadap ketua KPU Hasyim Asy’ari karena telah meloloskan pencalonan Gibran. 

Hal itu sesungguhnya menunjukkan bagaimana kekuasaan Jokowi, keluarga, dan kroni-kroninya, benar-benar telah membajak lembaga negara seperti MK dan KPU. 

Mereka tidak lagi mempedulikan etika, konstitusi negara, demokrasi, dan tata pemerintahan yang bersih dari KKN. 

Selain melanggar etika, konstitusi, hukum, dan keadaban politik demokratis, Jokowi telah menyalahgunakan dan memobilisasi sumber daya negara, baik aparat, program, dan anggaran negara, bahkan otoritas yang dimilikinya untuk memenangkan Paslon 02. 

Sejak sebelum Pemilu, Koalisi Masyarakat Sipil sudah menemukan bahwa kejahatan Pemilu (electoral evil) bersifat terstruktur, sistematis, dan massif (TSM). 

Jumlah kasus pelanggaran, sejak penetapan paslon pada 18 November 2023 hingga masa tenang, melonjak hampir 300 persen dibandingkan jumlah kasus pada periode pemantauan Mei-Oktober 2023. 

Bahkan, sehari sebelum Presiden mengeluarkan kebijakan ‘politik gentong babi’ dengan menaikkan tunjangan Bawaslu. 

Kebijakan tersebut, menurut koalisi, patut dipersoalkan karena nyata-nyata merupakan upaya untuk “menaklukkan” Bawaslu. 

Dalam konteks itu, pelanggaran massif yang terjadi pada hari pencoblosan dan setelah itu menunjukkan bahwa kejahatan sebelum hari pencoblosan berlanjut. 

Kejahatan pemilu, menurut koalisi, dalam bentuk intimidasi (sebagaimana diakui Bawaslu) untuk mendukung Paslon 02, salah input (sebagaimana diakui KPU) dan pencurian suara serta penggelembungan suara untuk Paslon 02 pada Sistem Rekap KPU. 

Selain itu, terdapat pencoblosan Paslon 02 oleh KPPS dan orang-orang tidak bertanggungjawab atas perintah KPPS atau aparat desa, dan lain sebagainya. 

Hal tersebut menunjukkan bahwa Pemilu 2024, khususnya Pilpres, tidak legitimate serta meruntuhkan kedaulatan rakyat dan demokrasi. 

Koalisi juga menilai, imbauan Jokowi untuk melaporkan pelanggaran pemilu kepada Bawaslu dan MK merupakan tindakan sia-sia. 

Pasalnya, MK dan Bawaslu hanyalah lembaga negara yang tidak terbukti tunduk pada kebaikan bersama rakyat, melainkan tunduk pada kehendak politik Jokowi dan kroni-kroninya. 

Koalisi pun menyatakan Pemilu 2024 sudah dibajak rezim dan demokrasi harus diselamatkan. 

Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis terdiri dari sejumlah lembaga masyarakat. 

Berikut daftarnya. 

- PBHI 
- Imparsial 
- WALHI 
- Perludem 
- ELSAM 
- HRWG 
- Forum for Defacto
- SETARA Institute 
- YLBHI 
- Migrant Care 
- IKOHI 
- Transparency International Indonesia (TII) 
- Indonesian Corruption Watch (ICW) 
- KontraS 
- Indonesian Parlementary Center (IPC) 
- Jaringan Gusdurian Jakatarub 
- DIAN/Interfidei 
- Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) 
- Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) 
- Yayasan Inklusif 
- Fahmina Institute 
- Sawit Watch 
- Centra Initiative 
- Medialink 
- Perkumpulan HUMA 
- Koalisi NGO HAM Aceh 
- Flower Aceh 
- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers 
- Lingkar Madani (LIMA) 
- Desantara 
- FORMASI Disabilitas (Forum Pemantau Hak-hak Penyandang Disabilitas) 
- SKPKC Jayapura 
- AMAN Indonesia 
- Yayasan Budhi Bhakti Pertiwi 
- Aliansi untuk Demokrasi Papua (ALDP) 
- Public Virtue, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) 
- Yayasan Tifa 
- Serikat Inong Aceh 
- Yayasan Inong Carong 
- Eco Bhinneka Muhammadiyah 
- FSBPI Forum LSM DIY. (*)

BACA JUGA: KPU Akui Aplikasi Sirekap Masih Terkendala Teknis dalam Penginputan

BACA JUGA: Bawaslu Minta KPU RI Hentikan Sementara Informasi Terkait Data Perolehan Suara

BACA JUGA: Semangat Senin: Memulai Minggu dengan Produktivitas

 

Konten Rekomendasi (Ads)