Terendus Upaya Penguasa Lakukan Pembungkaman Jurnalistik Investigatif, Dewan Pers Melawan

Selasa, 14 Mei 2024 | 22:12
Terendus Upaya Penguasa Lakukan Pembungkaman Jurnalistik Investigatif, Dewan Pers Melawan
Sikap Dewan Pers tentang RUU Penyiaran yang dinilai akan membungkam kebebasan pers. - foto SS Youtube Dewan Pers.
Penulis: L Sundana | Editor: AyoBacaNews

AyoBacaNews.com - Tegas. Dewan Pers merasa apa yang dilakukan DPR RI akan membahayakan kebebasan pers Indonesia.

Dewan Pers bereaksi keras atas munculnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang saat ini digodok di DPR. Secara tegas, Dewan Pers memiliki penilaian jika RUU tersebut akan mengekang kebebasan pers jika disahkan.

Tak bisa dibayangkan jika rancangan tersebut jadi UU, lantaran dianggap akan menghilangkan hak kebebasan pers.

Ketua Umum Dewan Pers, Ninik Rahayu mengatakan, RUU penyiaran akan menjadi satu di antara sebab pers tidak merdeka dan independen.

"RUU penyiaran ini menjadi salah satu sebab pers kita tidak merdeka tidak independen," katanya saat jumpa pers di gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat pada Selasa, 14 Mei 2024.

Ninik meyakini, dengan disahkannya RUU tersebut, nantinya mematikan karya jurnalistik yang berkualitas.

Ada beberapa unsur kata Ninik, yang menyebabkan RUU itu akan menghambat kebebasan pers, lebih khusus adalah di dunia penyiaran.

Kata dia yang paling akan terasa dampaknya adalah menghambat insan pers Indonesia melahirkan karya jurnalistik terbaik lantaran adanya larangan membuat liputan yang bersifat investigatif.

"Ada pasal yang memberikan larangan pada media investigatif, ini sangat bertentangan dengan mandat yang ada dalam UU nomor 40 tahun 199 pasal 4. Karena kita sebetulnya dengan UU 40 tidak lagi mengenal penyensoran," tutur Ninik.

Ninik menilai jika penyusunan RUU tidak melalui prosedur yang layak. Hal itu lantaran tidak adanya pelibatan masyarakat untuk memberikan pendapat. Bahkan Dewan Pers sendiri sama sekali merasa tidak dilibatkan dalam pembentukan RUU ini.

Lalu hal lain yang tak kalah penting adalah UU ini membuat lembaga Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mempunyai wewenang menyelesaikan sengketa yang berurusan dengan pelanggaran pers di bidang penyiaran.

Nantinya kata dia akan menimbulkan kesan tumpang tindih kewenangan, lantaran seharusnya Dewan Pers lah yang berwewenang menyelesaikan sengketa pers.

Apa yang ada dalam poin-poin RUU tersebut, tegas Ninik berseberangan dengan "roh" dari Perpres nomor 32 tahun 2024 yang baru saja diteken Presiden Joko Widodo. 

Perpres ini lanjut Ninik adalah yang  mengatur soal tanggung jawab perusahaan platform digital dalam penyediaan berita jurnalisme yang berkualitas di Indonesia.

"Mandat penyelesaian karya jurnalistik itu ada di dewan pers, dan itu dituangkan dalam UU. oleh karena itu penolakan ini didasarkan juga, bahwa ketika menyusun peraturan perundang-undangan perlu dilakukan proses harmonisasi agar antara satu UU dengan yang lain tidak tumpang tindih," ucap Ninik.

Dia berkeyakinan jika RUU penyiaran terus bergulir, kemudian disahkan legislatif, akan ada potensi media di Indonesia tidak kredibel dan independen.

Dengan kondisi yang sangat mengkawatirkan tersebut, Ninik mengatakan Dewan Pers dan seluruh jajaran persatuan wartawan yang mewakili setiap paltform menolak keras berguli-rnya RUU Penyiaran ini. (*)

Konten Rekomendasi (Ads)