Menguak Struktur Megalitik dan Teknologi Kuno di Balik Pembangunan Gunung Padang yang Menakjubkan

Kamis, 25 Juli 2024 | 08:17
Menguak Struktur Megalitik dan Teknologi Kuno di Balik Pembangunan Gunung Padang yang Menakjubkan
Bumi memasuki zaman es terakhir pada sekitar 25.000 hingga 14.000 tahun lalu. Saat itu,  Ketika sepertiga wilayah bumi beku dan tandus, kepulauan Nusantara disebut lebih hangat dan subur.  Foto Makna Masa.
Penulis: L Sundana | Editor: AyoBacaNews

AyoBacaNews.com, Cianjur - Misteri Gunung Padang di Cianjur, Jawa Barat telah lama membuat dunia terpesona.  

Dari struktur Gunung Padang ini, pernahkah terpikir Sobat Baca tentang bagaimana struktur megah ini dibangun? 

Kemudian muncul, pada zaman itu teknologi apa yang mereka terapkan dalam membangun Gunung Padang? Dalam artikel ini akan menggali rahasia tersembunyi di balik konstruksi Gunung Padang. 

Bumi memasuki zaman es terakhir pada sekitar 25.000 hingga 14.000 tahun lalu. Saat itu,  Ketika sepertiga wilayah bumi beku dan tandus, kepulauan Nusantara disebut lebih hangat dan subur. 

Dikutip dari Youtube Makna Masa pada Kamis, 25 Juli 2924, kisah peradaban di sebuah tanah yang kini dikenal sebagai Cianjur, Jawa Barat dimulai. 

Kelompok manusia di zaman akhir glasial saat itu, berkelana mencari tanah kering. 

Mereka mencari tanah subur, dan akhirnya menemukan sebuah bukit alami hasil dari aktivitas Gunung Purba. 

Mereka lalu memutuskan untuk menggunakan bukit ini sebagai fondasi untuk sebuah struktur monumental.

Dengan pengetahuan mereka, kelompok masyarakat saat itu mulai mengukir, memahat, dan membentuk bukit tersebut dengan teliti untuk mengubah bukit alami menjadi sebuah struktur buatan manusia yang megah. 

Dengan keampuhan dan ketekunan mereka, mereka berhasil menciptakan sebuah bangunan yang menjulang tinggi di atas tanah Sunda Landia, menjadi lambang keberanian dan ketahanan mereka di tengah kerasnya zaman. 

Struktur ini tidak hanya menjadi kiblat peradaban mereka, tetapi juga menjadi tempat pemujaan.

Struktur pertama Gunung Padang ini, yang disebut dengan unit EMP, letaknya berada di lapisan paling bawah. 

Sampai saat ini, struktur itu masih terpendam 5 sampai 25 meter dari permukaan tanah. 

Melalui kecanggihan teknologi seperti georadar, geolistrik, dan tomografi, para peneliti Indonesia berhasil memetakkan kembali bangunan yang terpendam puluhan ribu tahun yang lalu itu. 

Bencana alam berupa gempa bumi dengan intensitas yang kuat sering terjadi saat itu. 

Gunung Padang kerap bergetar akibat guncangan seismik. Gunung Padang ternyata berdiri di atas sesar gempa aktif yang kini disebut dengan sesar Cimandiri. 

Struktur pertama Gunung Padang yang disebut dengan unit EMP itu hancur setelah berkali-kali diguncang gempa. Perlahan, bangunan awal peradaban itu mulai ditinggalkan manusia.

Sekitar 6.000 tahun setelahnya, manusia kembali ke Gunung Padang. Sekitar tahun 7900 sebelum masehi, nenek moyang bangsa Indonesia itu menegakkan kembali pilar-pilar Gunung Padang. 

Batu-batu disusun menyerupai batu bata di gedung. Masyarakat yang berbeda saat itu membangun kembali Gunung Padang dengan cara menguruk atau menambah lapisan tanah. 

Dielingi pasir, gundukan inti diperluas dengan menggunakan berbagai jenis batuan dan kerikil. Para ilmuwan menyebutnya dengan unit T.

Seiring berjalannya waktu, masyarakat semakin berkembang dan bersatu di sekitar Gunung Padang. 

Mereka sudah bertani dan memelihara hewan, mengembangkan teknik-teknik baru untuk bertahan hidup. 

Sementara itu, Gunung Padang menjadi pusat kegiatan keagamaan dan budaya mereka. 

Mereka mengadakan ritual-ritual yang dipimpin oleh para pemimpin spiritual mereka di sana, menyembah roh nenek moyang yang mereka percayai. 

Perlahan tapi pasti, peradaban mereka tumbuh dan berkembang di sekitar Gunung Padang. 

Mereka bahkan membangun sistem pertahanan untuk melindungi wilayah mereka dari serangan musuh. 

Gunung Padang tidak hanya menjadi struktur fisik yang megah, tetapi juga simbol kekuatan dan persatuan mereka. 

Struktur Gunung Padang di masa ini bertahan sampai 1000 tahun. Setelah itu, bangunan tersebut lapuk dan hancur dimakan usia.

Memasuki tahun 6000 sebelum masehi, masyarakat kuno Nusantara menyusun kembali bangunan Gunung Padang. 

Ilmuan menandai dengan nama unit DU. Ada yang menarik pada proses pembangunan di periode ini.

Kala itu, leluhur kita sudah mengenal bahan perekat seperti semen untuk menyatukan bebatuan. 

Fakta yang lebih mencengangkan adalah pada komposisi semen purba terdapat kandungan besi. 

Pasalnya, ada unsur besi dalam semen purba menunjukkan kemampuan masyarakat dalam menambang logam dan mengekstraksi bahan-bahan alam. 

Ini adalah metalurgi yang kompleks yang hanya bisa dihasilkan dari peradaban tinggi.

Tahap pembangunan terakhir Gunung Padang atau unit 1 dilakukan antara 2000 hingga 500 sebelum masehi. 

Mereka menambahkan lapisan tanah atas serta membangun teras-teras batu yang sekarang menjadi ciri khas dari punden berundak. 

Inilah struktur Gunung Padang yang ada di permukaan yang bisa kita lihat dengan mata telanjang. 

Sekitar 6000 orang saat itu menyusun punden berundak Gunung Padang menggunakan batu kolumnar joint atau kekar kolom, tipe batuan alami yang terbentuk karena proses geologi. 

Batuan tersebut keluar dari perut bumi menjelang sampai di permukaan tanah, mengering, lantas memecah. 

Pecahannya umumnya berbentuk segi enam. Kemudian oleh manusia diambil dan disusun. 

Kekar kolom diambil dari Gunung Melati, suatu bukit yang berjarak 2 km dari Gunung Padang. 

Di sana mereka mempersiapkan batu-batu dan memotongnya dalam ukuran yang diperlukan. 

Setelah itu, setiap orang mengangkat satu batu dari lokasi pembuatan sampai ke puncak situs. Tiap angkat lamanya 6 jam karena bukitnya sangat curam.

Mereka membangun undakan atau teras-teras yang terdiri dari teras pertama sampai kelima. 

Teras kedua dibangun dengan formasi mengarah ke Gunung Gede yang terletak di utara situs. 

Teras ketiga dan keempat dibangun menghadap ke barat yang diperkirakan merupakan arah ke pemakaman leluhur penghuni Gunung Padang. 

Adapun teras kelima dibangun dengan kembali menghadap ke arah Gunung Gede. 

Pada periode ini, Gunung Padang tidak hanya tempat untuk pemujaan tetapi juga berfungsi sebagai tempat musyawarah, belajar berbagai ragam ilmu pengetahuan, dan tempat latihan militer. 

Untuk mencegah terjadinya longsor pada lahan miring, mereka membuat semacam terasering yang mengelilingi Gunung Padang. 

Terasering memiliki pola yang sangat teratur dan kompleks dengan dinding-dinding batu yang membentuk tangga-tangga dan teras-teras. 

Mereka menyusun batu-batu untuk menjadi tangga atau pijakan berdasarkan kecocokan lebarnya, sampai dapat memperoleh ketinggian lereng tanpa longsor. 

Masyarakat Gunung Padang yang cerdas ini juga membangun bukit tujuannya supaya tidak longsor. 

Konstruksi dinding bagian luar Gunung Padang diatur sedemikian rupa seperti paku yang menancap. 

Sisi utara, timur, dan barat ditancapkan batu seperti pasak-pasak sedalam 40 hingga 50 cm. 

Diperlukan waktu sekitar 2 tahun 8 bulan untuk membangun lima teras Gunung Padang.

Teknik pembuatan bangunan seperti di Gunung Padang juga diterapkan oleh nenek moyang bangsa Indonesia saat membuat Candi Borobudur dan Candi Prambanan. 

Para ahli menganggap bahwa pembangunan Gunung Padang merupakan bukti bahwa peradaban kuno di Indonesia memiliki kemampuan teknologi yang sangat maju. (*)

Konten Rekomendasi (Ads)