AyoBacaNews.com - Kemerdekaan Indonesia saat ini, tidak lepas dari peran dan perjuangan para pahlawan bangsa di masa lalu.
Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia atau G30S PKI, merupakan satu diantara peristiwa besar yang pernah terjadi di Indonesia.
Dimana, tujuh Jenderal Indonesia meninggal dengan cara yang sangat tragis. Mereka mendapat gelar pahlawan revolusi.
Tujuh pahlawan yang namanya terus dikenang atas peristiwa G30S PKI ialah, Jenderal Ahmad Yani, Letnan Jenderal S. Parman, Letnan Jenderal R. Suprapto, Mayor Jenderal Sutoyo Siswomiharjo, Letnan Jenderal MT Haryono, Jenderal K. S. Tubun dan Kapten Pierre Andreas Tendean.
Sebagai bentuk penghormatan, setidaknya sebagai masyarakat Indonesia dapat mengenal biografi dari tujuh tokoh jenderal G30S PKI.
Dilansir dari kanal YouTube Calon Magister pada Jumat, 27 September 2024, berikut ini adalah biografi singkat dari tujuh Jenderal yang menjadi korban G30S PKI.
Jenderal Ahmad Yani
Jenderal TNI Anumerta Ahmad Yani lahir di Purworejo, Jawa Tengah, pada 19 Juni 1922. Ia gugur di Lubang Buaya, Jakarta, pada 1 Oktober 1965, saat berusia 43 tahun.
Ahmad Yani adalah Komandan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat yang menjadi salah satu korban Gerakan 30 September (G30S/PKI).
Peristiwa tragis itu terjadi pada dini hari 1 Oktober 1965, ketika gerombolan sekitar 200 orang mengepung rumahnya di Jalan Latuharhary, Menteng, Jakarta Pusat.
Letnan Jenderal S. Parman
Letnan Jenderal TNI Anumerta S. Parman lahir di Wonosobo, Jawa Tengah, pada 4 Agustus 1918. Ia juga menjadi korban dalam peristiwa G30S/PKI dan meninggal di Lubang Buaya pada 1 Oktober 1965, pada usia 47 tahun.
Sebelum terbunuh, S. Parman menjabat sebagai Kepala Staf Markas Besar Polisi Tentara di Yogyakarta dan pernah menimba ilmu di Amerika Serikat.
Letnan Jenderal R. Suprapto
Letnan Jenderal TNI Anumerta R. Suprapto lahir di Purwokerto, Jawa Tengah, pada 20 Juni 1920. Beliau menjadi salah satu korban G30S/PKI di Lubang Buaya, Jakarta, pada 1 Oktober 1965.
Sebelum kematiannya, ia menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat untuk wilayah Sumatra. Suprapto dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
Mayor Jenderal Daniel Isac Panjaitan
Mayor Jenderal TNI Anumerta Daniel Isac Panjaitan lahir di Balige, Sumatra Utara, pada 9 Juni 1925. Ia gugur dalam peristiwa G30S/PKI di Lubang Buaya, Jakarta, pada 1 Oktober 1965.
Panjaitan dikenal sebagai sosok yang gemar musik klasik dan penganut Protestan yang taat. Ia pernah menjabat sebagai Kepala Operasi di Medan dan atase militer di Bonn, Jerman Barat.
Mayor Jenderal Sutoyo Siswomiharjo
Mayor Jenderal TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo lahir di Kebumen, Jawa Tengah, pada 23 Agustus 1922.
Ia juga menjadi korban dalam tragedi G30S/PKI di Lubang Buaya, Jakarta. Sutoyo memulai karier sebagai pegawai negeri sipil sebelum bergabung dengan militer. Ia pernah menjabat sebagai Oditur Jenderal Angkatan Darat.
Letnan Jenderal MT Haryono
Letnan Jenderal TNI Anumerta Mas Tirtodarmo Haryono lahir di Surabaya, Jawa Timur, pada 20 Januari 1924.
Letnan Jenderal MT Haryono gugur dalam peristiwa G30S/PKI di Lubang Buaya, Jakarta. Haryono menguasai empat bahasa dan sering terlibat dalam perundingan dengan Belanda dan Inggris. Pada 1964, ia diangkat sebagai Deputi III Menteri Panglima Angkatan Darat.
Jenderal K. S. Tubun
Jenderal TNI Anumerta Karel Satsuit Tubun lahir di Sragen, Jawa Tengah, pada 5 Februari 1923. Ia meninggal di Yogyakarta pada 1 Oktober 1965.
Tubun merupakan Komandan Korem 072 Pamungkas dan juga menjadi korban G30S/PKI. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusumanegara, Yogyakarta.
Kapten Pierre Andreas Tendean
Kapten Anumerta Pierre Andreas Tendean lahir pada 21 Februari 1939. Ia menjadi salah satu korban G30S/PKI pada usia 26 tahun. Tendean adalah ajudan Jenderal A. H. Nasution.
Pada dini hari 1 Oktober 1965, pasukan G30S mendatangi rumah Nasution dan menculik Tendean yang dikira sebagai Nasution.
Pada 1 Oktober 1965, Gerakan 30 September menculik tujuh anggota staf umum Angkatan Darat. Mereka dibawa ke Lubang Buaya dan dibunuh dengan keji.
Jasad para pahlawan ini ditemukan di sebuah sumur tua pada 4 Oktober 1965. Mereka kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
Para pahlawan revolusi mendapat pemakaman kenegaraan dan diangkat sebagai Pahlawan Revolusi.
Pangkat mereka pun dinaikkan secara anumerta sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasanya yang luar biasa dalam membela bangsa dan negara.
Semoga perjuangan dan pengorbanan mereka selalu dikenang dan menjadi inspirasi bagi generasi penerus bangsa. (*)