AyoBacaNews.com - Pakar hukum tata negara Mahfud MD turut mengomentari terkait adanya larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi, sebagaimana termuat dalam draf Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran.
Menurut Mahfud MD, bahwa jurnalis memiliki tugas untuk melakukan investigasi. Bahkan, akan menjadi hebat media itu kalau memiliki wartawan bisa melakukan investigasi mendalam dengan berani.
"Kalau itu sangat keblinger, masa media tidak boleh investigasi, tugas media itu ya investigasi hal-hal yang tidak diketahui orang," kata Mahfud dalam keterangannya, dikutip Kamis, 16 Mei 2024.
"Dia akan menjadi hebat media itu kalau punya wartawan yang bisa melakukan investigasi mendalam dengan berani," sambungnya.
Menkopolhukam periode 2019-2023 itu menilai, bahwa melarang jurnalis melakukan investigasi, dan melarang media menyiarkan produk investigasi sama saja melarang orang melakukan riset.
Mahfud merasa keduanya sama walaupun berbeda keperluannya.
"Masa media tidak boleh investigasi, sama saja itu dengan melarang orang riset, ya kan cuma ini keperluan media, yang satu keperluan ilmu pengetahuan, teknologi. Oleh sebab itu, harus kita protes, harus kita protes, masa media tidak boleh investigasi," katanya.
Selain itu, Mahfud melihat hari ini konsep hukum politik di Indonesia tidak utuh.
Hal tersebut, membuat pesanan-pesanan terhadap produk undang-undang yang bergulir hanya kepada yang teknis.
Padahal, kata Mahfud, jika ingin politik hukum membaik harusnya ada semacam sinkronisasi dari UU Penyiaran.
Artinya, kehadiran UU Penyiaran harus bisa saling mendukung dengan UU Pers, UU Pidana, bukan dipetik berdasar kepentingan saja.
"Kembali bagaimana political will kita atau lebih tinggi lagi moral, dan etika kita dalam berbangsa dan bernegara, atau kalau lebih tinggi lagi kalau orang beriman, bagaimana kita beragama, menggunakan agama itu untuk kebaikan, bernegara dan berbangsa," kata Mahfud.
RUU Nomor 32 Tahun 2022 tentang Penyiaran, sekarang ini dalam proses harmonisasi di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.
Beberapa pasal yang dianggap dapat menghambat kebebasan pers di Indonesia, di antaranya Pasal 56 ayat 2 poin c, yakni larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.(*)