Jutawan Pemilik Tempat Wisata di Lembang Tinggalkan Kemewahan, Pilih Hidup Menyendiri di Saung

Rabu, 22 Januari 2025 | 08:56
Jutawan Pemilik Tempat Wisata di Lembang Tinggalkan Kemewahan, Pilih Hidup Menyendiri di Saung
Puncak Erat pernah menjadi tempat wisata populer dengan tiket masuk hanya Rp5.000. Foto youtube Kang Hadi.
Penulis: L Sundana | Editor: AyoBacaNews

Puncak Erad, destinasi wisata di Lembang, dulu ramai dengan keindahan alamnya dan fasilitas lengkap. Kini terbengkalai sejak pandemi 2022. Simak kisah Abah Baim, pendiri mandiri, yang kembali ke ladang untuk bertahan hidup. Baca selengkapnya!

AyoBacaNews.com, LEMBANG - Tahukah Sobat Baca, Puncak Erad di Lembang yang dulu menjadi primadona wisata dengan tiket hanya Rp5.000 kini terbengkalai?

Abah Baim, sang pendiri, menghabiskan Rp500 juta dari kantong pribadinya demi memberdayakan masyarakat lokal. Mengapa kini ia memilih hidup di ladang? Simak kisahnya!

Abah Baim adalah seorang mantan petani, memulai Puncak Erat pada akhir 2016 dengan motivasi mulia untuk membantu masyarakat sekitar.

"Saya bikin tempat wisata ini karena melihat banyak pemuda pengangguran di kampung. Saya ingin mereka punya pekerjaan," ujar Abah.

Abah Baim adalah seorang mantan petani, memulai Puncak Erat pada akhir 2016 dengan motivasi mulia untuk membantu masyarakat sekitar. Foto youtube Kang Hadi.

Bermodal hampir Rp500 juta, ia membangun fasilitas lengkap seperti spot foto, jembatan bambu sepanjang 120 meter, dan vila kecil untuk pengunjung.

Puncak Erat pernah menjadi tempat wisata populer dengan tiket masuk hanya Rp5.000.

Namun, pandemi COVID-19 pada 2021 membuat pengelolaannya terhenti.

"Saat pandemi, saya tidak punya biaya untuk memperbaiki tempat itu. Sayangnya, pemerintah juga tidak melirik untuk membantu," kata Abah.

Ia menyesalkan kurangnya perhatian dari pihak terkait. Kini, fasilitas yang pernah megah seperti vila dan jembatan bambu mulai roboh dan terbengkalai.

Peran Abah dalam membantu masyarakat sekitar melalui lapangan pekerjaan Abah Baim memberikan dampak besar bagi warga sekitar melalui tempat wisata ini.

"Saya sengaja pekerjakan pemuda kampung yang menganggur. Bahkan warung-warung di sana saya beri kesempatan untuk orang-orang yang kurang mampu," ungkapnya.

Ia juga menekankan bahwa hasil dari wisata digunakan untuk masyarakat, bukan untuk memperkaya dirinya.

Kehidupan Abah setelah pindah ke hutan dan aktivitas sehari-harinya. Setelah meninggalkan Puncak Erat, Abah kini tinggal di sebuah saung sederhana di tengah hutan, jauh dari listrik dan sinyal telepon.

Ia kembali bertani untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. "Saya bangun sendiri saung ini enam bulan lalu. Sekarang saya fokus bertani seperti dulu," jelasnya.

Meski hidup sederhana, Abah tetap bersyukur atas kesehatan dan ketenangan yang ia nikmati.

Abah berharap pemerintah lebih peduli terhadap pengembangan pariwisata lokal, terutama di daerah terpencil seperti tempatnya.

"Harusnya kepala desa bisa ajukan bantuan ke dinas pariwisata, tapi nyatanya tidak ada yang peduli," kata Abah.

Menurutnya, dukungan seperti perawatan fasilitas dan promosi sangat penting agar wisata lokal tetap bertahan dan bermanfaat bagi masyarakat sekitar. (*)

Konten Rekomendasi (Ads)