AyoBacaNews.com - Nilai rupiah di hadapan dolal Amerika Serikat bikin geleng-geleng. Situasi seperti ini pernah terjadi di zaman Presiden Indonesia ke-3 BJ Habibie.
Sang predisen yang dikenal sebagai seorang insinyur ternyata sukses memulihkan nilai rupiah dari cengkraman dolar AS.
Saat itu berkat kecerdasan dan ketegas Habibie, mampu mendongkrak nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Saat itu dolar merajai, mulai kisaran Rp 10 ribu meroket ke Rp 15.000 per dolar AS. Kemudian di tangan Habibie semua berubah menjadi Rp 6.500 di akhir pemerintahannya.
Pertanyaanya apakah hal itu bisa terulang? Mampukah Presiden Joko Widodo alias Jokowi seperti Habibie menyelamatkan perekonomian bangsa?
Tentang kondisi saat ini dan di masa Habibie kata Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra menilai, sulit terulang.
"Nggak mungkin turun sejauh itu (seperti di zaman Habibie). Rupiah sudah bergerak menuju normal baru," katanya.
Terlebih saat itu dolar bergerak dari angka Rp 2.500-an. Sementara sekarang bergerak dari angka Rp 15.000. Dia menjelaskan, dolar saat itu bisa melemah lantaran Habibie mengikuti saran IMF.
Hal itu yang membuat meningkatkan kepercayaan investor. "Bisa turun karena Habibie akhirnya mengikuti saran IMF dan IMF memberikan kredit untuk meningkatkan likuiditas dan meningkatkan kepercayaan investor," ujarnya.
Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menerangkan, tidak bisa kondisi saat itu dan sekarang disamakan.
Di era Habibie rupiah dari Rp 2.500 per dolar AS ke Rp 16.000. Rupiah kehilangan nilainya hingga 85 persen. Sementara, saat ini rupiah melemah dari Rp 15.800 ke Rp 16.200 per dolar AS.
"Tidak bisa disamakan rupiah di zaman Habibie dengan posisi rupiah sekarang. Pelemahan yang terjadi ketika itu dari posisi Rp 2.500 ke Rp 16.000. Rupiah kehilangan nilainya sekitar 85% dalam hitungan bulan. Saat ini Rp melemah dari Rp 15.800 ke Rp 16.200, melemah sekitar 2,5%," terangnya. (*)