AyoBacaNews.com - Zakat fitrah merupakan zakat wajib dikeluarkan sejak awal Ramadan, hingga sebelum melaksanakan salat Idul Fitri atau khutbah naik mimbar.
Nah, mereka yang wajib membayar zakat fitrah, yakni yang beragama Islam, hidup pada bulan Ramadhan, dan memiliki kelebihan rezeki atau kebutuhan pokok untuk malam, dan Hari Raya Idul Fitri.
Jumhur ulama Mazhab Syafi'i, Maliki, dan Hambali sepakat bahwa zakat fitrah dibayarkan dengan makanan pokok.
Mengingat makanan pokok di Indonesia merupakan nasi, maka zakat fitrah bisa dibayarkan dengan beras.
"Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah satu sha' kurma atau satu sha' gandum atas umat muslim; baik hamba sahaya maupun merdeka, laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar. Beliau saw memerintahkannya dilaksanakan sebelum orang-orang keluar untuk sholat," (HR Bukhari - Muslim).
Namun belakangan ini, harga beras di pasaran masih terbilang mahal, sebagaimana dilihat dari panelharga.badanpangan.go.id, Senin 1 April 2024, harga beras premium sampai Rp16.920.
Sedangkan harga ini berada di atas harga eceran tertinggi (HET) beras premium sebesar Rp14.900 per kilogram hingga April 2024.
Lantas, bolehkah bayar zakat fitrah pakai uang?
Pendakwah asal Cirebon, KH Yahya Zainul Maarif atau Buya Yahya memberikan penjelasan terkait hukum bayar zakat fitrah dengan uang.
Buya Yahya menjelaskan, zakat fitrah utamanya dibayar dengan makanan pokok, yakni beras. Beras yang dikeluarkan sebanyak satu sha' atau empat mud.
Jadi zakat fitrah itu satu mud antara 6-7 ons. Jadi, besaran beras yang dikeluarkan untuk zakat fitrah kisaran 2,5-3 kilogram.
"Maka dikatakan bahwa boleh zakat fitrah menggunakan uang, mengikuti Mazhab Abu Hanifah. Mazhab Abu Hanifah pun pada dasarnya adalah makanan pokok, cuma dalam Mazhab Abu Hanifah bisa diuangkan, sehingga ulama mempermudah hari ini," kata Buya Yahya, seperti dikutip dari kanal YouTube Buya Yahya, Senin 1 April 2024.
Pengikut Mazhab Syafi'i boleh taqlid atau mengikuti Mazhab Abu Hanifah soal bayar zakat fitrah dengan uang. Tapi, kata Buya Yahya, uangnya harus sesuai dengan harga beras sekarang.
"Yang jadi ukuran berasnya, bukan uangnya. Kalau beras naik, Anda akan bayar fitrah dengan uang yang senilai beras tadi. Bukan ikut uangnya," kata Buya Yahya.
Buya Yahya mencontohkan, misalnya tahun-tahun lalu bayar zakat fitrah cukup Rp30.000, karena harga beras belum naik.
Ketika tahun ini naik, maka zakat fitrah dengan uang tidak cukup Rp30.000. Harus disesuaikan dengan harga beras sekarang.
"Jadi, lihat harga berasnya dulu. 2,5 kg beras berapa harganya. Kemudian keluarga uang senilai beras, bukan beras senilai uang. Tapi, uangnya senilai beras zakat fitrah. Bukan di balik," kata Buya Yahya.
Menurut Buya Yahya, zakat fitrah yang dibayarkan dengan uang justru memudahkan mustahiq atau golongan yang berhak menerimanya.
Uang tersebut, nantinya bisa dibelikan lauk pauk. Jika banyak yang memberi beras, maka penerima bisa kebingungan teman nasinya apa.
"Maka pendapat Abu Hanifah ini bisa digunakan. Bahkan, bisa menjadi lebih tepat di sebagian tempat. Tetangga kanan memberi beras, tetangga kiri (dengan uang bisa dipakai-beli) lauk. Kalau tetangga kanan, tetangga kiri, tetangga depan kasih beras, akhirnya gak ada lauknya. (Akhirnya) jual beras dan harganya jadi turun," kata Buya Yahya.
Buya Yahya pun menyimpulkan, memang Mazhab Syafi'i dan jumhur ulama Mazhab Maliki serta Hambali mengutamakan bahan pokok dalam zakat fitrah.
Bahkan sebagian pendapat ada yang tegas tidak sah jika bayar fitrah dengan uang.
"Akan tetapi, yang kita hadirkan pendapat ulama yang mengatakan boleh dengan uang senilai beras, yang wajib kita bayarkan," kata Buya Yahya.
Wallahualam.(*)