Guru Besar UIN Bandung: Pemerintah Telah Jauh dari Prinsip Demokrasi

Sabtu, 10 Februari 2024 | 14:43
Guru Besar UIN Bandung: Pemerintah Telah Jauh dari Prinsip Demokrasi
Guru Besar UIN Bandung, Asep Saeful Muhtadi (tengah) sedang berorasi menggunakan toa di kampus bersama mahasiswa. (Ist).
Penulis: Pipin Lukmanul Hakim | Editor: AyoBacaNews

AyoBacaNews.com - Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung, Prof. Dr. H. Asep Saeful Muhtadi, MA., menyatakan sebuah keprihatinannya terhadap demokrasi di Indonesia saat ini.

Ia menilai, pemerintah sudah jauh dari prinsip demokrasi. Oleh karena itu, ia menuntut pemerintah kembali menegakkan prinsip demokrasi.

Hal tersebut, disampaikannya dalam aksi Kesaktian Gunung Djati yang diinisiasi oleh Dewan Mahasiswa Universitas (Dema-U) UIN Bandung, pada Jumat 9/2.

"Pemerintah telah jauh dari prinsip demokrasi. Pemerintah harus kembali menegakkan prinsip demokrasi dan tidak mendiskriminasi masyarakat," kata Asep Saeful Muhtadi dalam orasinya di depan Tugu UIN Bandung.

"Mengkritisi pemerintah itu harus demokratis. Perlakukan semua komponen bangsa sama-setara, tidak membeda-bedakan yang satu dan lainnya. Itulah yang memicu kemarahan masyarakat," tambahnya.

Sementara itu, Dema-U UIN Bandung menggelar aksi bertajuk 'Kesaksian Gunung Djati' ini sebagai tindak lanjut kepedulian terhadap kondisi demokrasi Indonesia.

Dalam aksinya tersebut, terdapat lima tuntutan yang diserukan oleh pihak Dema-U UIN Bandung.

Pertama, menunutut tindakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) atas penyalahgunaan kekuasaan.

Kedua, mendesak aparatur negara sipil (ASN), terutama TNI-Polri untuk bersikap netral.

Ketiga, menyebut pejabat ASN yang menjadi tim paslon capres-cawapres untuk mengundurkan diri.

Keempat, menuntut pemilu demokratis dan tolak kecurangan; dan

Kelima, meminta masyarakat mengawasi keberlangsungan pemilu dengan ketat.

Sementara itu, Ketua Dema-U UIN Bandung, Muhammad Arya menyatakan, bahwa sebelum menggelar aksi ini pihak mahasiswa sudah mengajukan petisi kepada pihak kampus untuk segera bergerak menanggapi isu krisis demokrasi yang terjadi di Indonesia.

"Kami dari pihak mahasiswa sebelum adanya agenda ini membuat petisi, dan meminta pihak kampus untuk segera bergerak. Namun, faktanya tidak ada (pergerakan)," kata Muhammad Arya.

Di sisi lain, Arya mengaku kalau dirinya sering menghadapi intimidasi dari berbagai pihak, termasuk di lingkungan kampus dan eksternal.

"Banyak intimidasi ke kami juga untuk tidak melakukan aksi ini. Tetapi, karena hati kami ikut bergerak dan hati kami bergetar untuk melakukan aksi ini, jadi intimidasi itu hanya dianggap angan-angan saja," katanya.

Konten Rekomendasi (Ads)