AyoBacaNews.com - Sobat Baca yang pernah ke Banten pasti sadar kalau bahasa yang dominan di daerah ini adalah bahasa Sunda, tapi sebagian wilayah di Banten, khususnya wilayah selatan, bahasa Sundanya beda dengan bahasa Sunda Priangan atau Jawa Barat seperti yang biasa kamu dengar saat berada di Bandung, Bogor, Garut, Cianjur, dan sebagainya.
Tapi juga berbeda dengan bahasa campuran Sunda dan Jawa yang ada di Cirebon. Nah, ini dipengaruhi oleh sejarah invasi Mataram yang tidak sampai ke daerah Banten, hanya bisa menguasai daerah Jawa Barat di wilayah Priangan.
Di bawah kekuasaan Mataram, wilayah Priangan mengadopsi beberapa hal, termasuk bahasa Jawa yang banyak digunakan di Jawa Tengah dan Timur.
Bisa dilihat dari banyaknya serapan bahasa Jawa dan pembagian bahasa halus dan kasar.
Banten otomatis tidak terpengaruh bahasa Jawa Mataram, khusus di daerah selatannya adalah wilayah yang cukup tertutup dan masih dihuni masyarakat adat Baduy dan orang Kanekes yang masih menjaga ritual dan budaya lamanya.
Mereka malah menggunakan bahasa Sunda kuno di masa modern. Perbedaan antara Banten dan Jawa Barat masih sangat terasa hingga ke masyarakatnya.
Jika Jawa Barat menjadi provinsi yang cukup berkembang, Banten dianggap sebagai wilayah yang tingkat kesejahteraannya di bawah standar.
Banten pernah menduduki peringkat kedua provinsi termiskin di Pulau Jawa dan ke-8 secara nasional.
Serang juga pernah disebut sebagai kabupaten termiskin di Banten. Salah satu ironinya ada di Pulau Tunda, pulau yang masuk administrasi Serang dan hanya berjarak delapan puluh kilometer dari Jakarta, ibukota Republik ini, hingga tahun 2020 hanya menikmati penerangan dari pukul 06.00-10.00.
Sekolah satu atap untuk SD dan SMP, yang ingin lanjut ke tingkat SMA harus merantau ke luar pulau.
Kalau itu jadi ukuran kemiskinan, iya, mungkin miskin. Tapi jangan salah, pulau ini sangat cantik, perairannya juga sangat bersih, pantainya bisa jadi tempat bersantai yang menenangkan, dan warganya bisa makan dari hasil tangkap laut dan pertanian. (bersambung)