AyoBacaNews.Com, Bandung- Repacking produk skincare menjadi sorotan setelah dokter detektif (doktif) membongkar praktik ini melalui media sosial.
Dengan jejak digital yang tajam, doktif mengedukasi masyarakat tentang risiko kesehatan dan etika di balik produk repacking.
Apakah ini hanya fitnah, atau fakta tersembunyi yang mulai terungkap?
Dokter detektif mengangkat isu tentang produk skincare yang telah memperoleh izin BPOM, tetapi kemudian di-repacking ulang oleh pihak tak bertanggung jawab.
Menurut doktif, tindakan ini tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga berpotensi membahayakan konsumen.
Dalam beberapa konten videonya dalam kanal Youtube @DokterDetektifOfficial pada 21 November 2024, doktif menjelaskan bahwa praktik repacking dapat membuat produk kehilangan jaminan keaslian dan keamanan.
Doktif menyoroti perbedaan antara fitnah dan pengungkapan fakta. Menurutnya, apa yang dilakukan bukan fitnah, melainkan upaya membongkar kebohongan yang merugikan masyarakat.
Doktif juga menantang pihak-pihak yang merasa difitnah untuk menuntut jika tuduhan ini tidak berdasar.
Selain itu, doktif menjelaskan fenomena mencla-mencle, atau inkonsistensi pernyataan pihak terkait.
“Bilangnya ini kan Indonesia tidak mengikuti zaman gitu ya yang di Korea aja udah bisa pakai aplikator jarum gitu, pertama bilangnya enggak aplikator jarum begitu, sekarang ngomongnya aplikatornya jarum,” Tutur Doktif.
Pada satu waktu, mereka menyebut tidak menggunakan aplikator jarum, namun kemudian justru beralih menggunakan aplikator tersebut, menunjukkan ketidakjelasan dalam strategi bisnis dan informasi yang disampaikan.
Doktif juga mengkritik tindakan pihak yang menutup kolom komentar di media sosial.
Menurutnya, langkah ini seperti menghindar dari tanggung jawab dan mengurangi transparansi yang semestinya dijunjung tinggi oleh pelaku bisnis.
Fenomena produk skincare repacking ini mengingatkan kita akan pentingnya edukasi publik dan regulasi yang ketat.
Doktif, dengan pendekatan investigatifnya, membantu melindungi konsumen dari potensi risiko.
Masyarakat diimbau untuk lebih kritis dalam memilih produk dan menghindari yang tak memenuhi standar keaslian.