BRICS: Untungkan atau Rugikan Perekonomian Indonesia?

Kamis, 30 Januari 2025 | 19:38
BRICS: Untungkan atau Rugikan Perekonomian Indonesia?
Hendri Salam merupakan kader HMI Badko Jateng-DIY yang menuliskan Sudut Pandang terhadap fenomena BRICS dan bergabungnya Indonesia.
Penulis: Hendri Salam | Editor: Pipin L H

BRICS yang terdiri dari berbagai negara, seperti Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan menjadi sebuah kelompok negara dengan ekonomi berkembang, yang memiliki potensi besar untuk mengubah peta ekonomi dunia sejak dibentuk pada tahun 2009 lalu.

Dan Indonesia, sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, seringkali terlibat dalam perdebatan mengenai apakah keikutsertaan dalam kelompok ini akan menguntungkan atau justru merugikan perekonomian Indonesia.

Untuk memahami lebih dalam, kita perlu melihat berbagai sisi terkait hubungan Indonesia dengan BRICS, baik dari sisi perdagangan, investasi, hingga dampak geopolitik.

Potensi Keuntungan bagi Perekonomian Indonesia

Peluang Perdagangan yang Lebih Luas Sebagai negara dengan ekonomi terbesar di ASEAN, Indonesia memiliki potensi besar untuk memanfaatkan akses pasar yang lebih luas melalui hubungan dengan negara-negara BRICS.

Negara-negara ini, terutama China dan India, merupakan pasar besar bagi ekspor Indonesia, terutama komoditas seperti batubara, minyak kelapa sawit, karet, dan produk elektronik.

Misalnya, pada 2023, ekspor Indonesia ke China mencapai USD 25,7 miliar, dan ke India sekitar USD 7,8 miliar.

Jika hubungan dengan BRICS semakin erat, ada potensi untuk meningkatkan angka tersebut, terutama dengan adanya kebijakan yang mendukung perdagangan bebas antara anggota BRICS.

Investasi Asing yang Meningkat BRICS juga berperan sebagai sumber penting bagi investasi asing.

Negara-negara anggota BRICS, khususnya China dan India, telah berinvestasi dalam berbagai sektor di Indonesia, mulai dari infrastruktur, energi, hingga manufaktur. Investasi ini membawa teknologi baru, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan kapasitas produksi.

Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), pada 2022, China menduduki posisi ketiga sebagai negara asal investasi asing langsung (FDI) di Indonesia, dengan total investasi sebesar USD 4,5 miliar.

Hubungan yang lebih erat dengan BRICS bisa membuka pintu bagi lebih banyak investasi di masa depan.

Diversifikasi Sumber Daya Ekonomi Keikutsertaan dalam BRICS juga dapat membantu Indonesia dalam mendiversifikasi sumber daya ekonomi.

Dengan adanya kerjasama di bidang energi, teknologi, dan inovasi, Indonesia bisa memanfaatkan kemajuan yang dicapai oleh negara-negara BRICS, terutama China yang telah menjadi pemimpin dalam teknologi digital dan energi terbarukan.

Potensi Kerugian bagi Perekonomian Indonesia

Ketergantungan pada Ekonomi Negara Anggota Salah satu potensi risiko terbesar bagi Indonesia adalah meningkatnya ketergantungan pada ekonomi negara-negara BRICS, terutama China.

Ketergantungan yang tinggi terhadap perdagangan dengan China dapat membuat Indonesia rentan terhadap perubahan kebijakan perdagangan dan ekonomi yang dipengaruhi oleh dinamika politik di negara tersebut.

Misalnya, ketegangan perdagangan antara China dan Amerika Serikat dapat berdampak negatif pada perekonomian Indonesia yang banyak bergantung pada ekspor ke China.

Ketidakseimbangan dalam Hubungan Ekonomi Dalam beberapa hal, hubungan ekonomi Indonesia dengan negara-negara BRICS, terutama China, bisa cenderung tidak seimbang.

Indonesia sering menghadapi defisit perdagangan dengan China, di mana nilai impor Indonesia dari China lebih besar dibandingkan dengan ekspor Indonesia ke negara tersebut.

Pada 2023, defisit perdagangan Indonesia dengan China tercatat sebesar USD 9,6 miliar. Hal ini, dapat menyebabkan ketidakseimbangan dalam perekonomian Indonesia dan meningkatkan ketergantungan pada produk-produk impor, seperti barang elektronik dan bahan baku industri.

Persaingan Pasar yang Ketat Sementara BRICS menawarkan peluang besar, keikutsertaan dalam kelompok ini juga membawa risiko meningkatnya persaingan pasar.

Produk-produk dari negara anggota BRICS, terutama China, sering kali menawarkan harga yang lebih murah dan kualitas yang baik, yang bisa menekan daya saing produk Indonesia di pasar domestik dan internasional.

Ini bisa menjadi tantangan bagi sektor industri dalam negeri yang berusaha untuk bertahan di tengah persaingan global yang semakin ketat.

Geopolitik dan Keamanan Bergabung dalam BRICS juga berisiko menempatkan Indonesia dalam situasi geopolitik yang lebih kompleks.

Negara-negara BRICS, terutama Rusia dan China, memiliki hubungan yang lebih erat dengan blok-blok politik tertentu yang bisa menimbulkan ketegangan di kancah internasional.

Indonesia, dengan posisinya sebagai negara yang menjunjung tinggi prinsip non-blok, perlu berhati-hati agar tetap menjaga netralitas dan tidak terjebak dalam aliansi yang dapat merugikan kepentingan nasional.

Disclaimer: Sudut Pandang adalah komitmen AyoBacaNews.com memuat opini atas berbagai hal. Tulisan Sudut Pandang bukan produk jurnalistik, melainkan opini pribadi penulis. Penulis, Hendri Salam adalah Kade HMI Badko Jateng-DIY.

Konten Rekomendasi (Ads)