AyoBacaNews.com - Sebuah video viral Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati yang dinarasikan menyebutkan, bahwa Jakarta lumpuh karena gempa megathrust.
Dalam video yang beredar di platform TikTok, Dwikorita menerangkan, soal alasan membangung kantor BMKG baru di Bali.
Dia mengandaikan jika Jakarta lumpuh karena megathrust. Akan tetapi, Dwikorita membantah narasi dalam video yang dipenggal tersebut.
"Kalau seandainya Jakarta lumpuh, kamu 'kan memprediksi kalau ada megathrust. Naudzubillah min dzalik, semoga tidak terjadi," kata Dwikorita dalam video tersebut.
"Jakarta lumpuh, itu command center meskipun gedungnya masih utuh, sistem komunikasi akan roboh," tambahnya.
Terkait video disertai dengan narasi soal Jakarta lumpuh karena megathrust. Dwikorita menegaskan, jika video itu dipenggal oleh yang tidak bertanggung jawab, sehingga dapat dimaknai berbeda.
"Itu adalah rekaman saat rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR RI pada hari Kamis, 14 Maret 2024, di Senayan, Jakarta. Saya sedang memberi penjelasan kepada anggota dewan terkait alasan perlunya pembangunan Gedung Operasional Peringatan Dini Tsunami (InaTEWS) di Bali," kata Dwikorita dalam keterangannya, dikutip dari laman resmi BMKG.
Ia menjelaskan, lumpuh yang dimaksudkan dirinya adalah terputusnya jaringan komunikasi yang disebabkan rusaknya berbagai infrastruktur komunikasi, seperti Base Transceiver Station (BTS) akibat gempa megathrust.
Hal inilah yang coba diantisipasi BMKG dengan membangun gedung Indonesia Tsunami Early Warning System alias InaTEWS sebagai fungsi back up/cadangan di Bali, meski di Jakarta sudah ada.
Keberadaan gedung InaTEWS di Bali ini sebagai bagian dari mitigasi, dan manajemen risiko dalam kondisi darurat apabila sewaktu-waktu operasional InaTEWS di Kemayoran, Jakarta mengalami kelumpuhan.
Hal tersebut, didasarkan pada skenario terburuk yaitu jika gempa terjadi di lepas pantai Samudra Hindia pada jarak kurang lebih dari 250 kilometer dari tepi pantai.
Dalam skenario terburuk itu, kata Dwikorita, gempa megathrust berkekuatan M 8.7 diperkirakan dampaknya mampu melumpuhkan operasional InaTEWS BMKG di Jakarta.
Dikarenakan terputusnya (lumpuhnya) jaringan komunikasi, ataupun robohnya Gedung Operasional lama yang tidak disiapkan tahan gempa dan likuifaksi.
"Maka sebagai upaya Manajemen Risiko demi keberlanjutan operasional sistem Peringatan Dini, Gedung Operasional InaTEWS yang lama perlu dibangun kembali dengan standar bangunan tahan gempa dan likuifaksi. Bangunan yang saat ini ditempati merupakan bekas Gedung Bandara Kemayoran yang dibangun di tahun 1980-an," katanya.
"Sementara Gedung Operasional Cadangan yang ada di Denpasar perlu disiapkan dengan desain khusus tahan gempa. Gedung di Bali sebagai backup jika sewaktu-waktu InaTEWS yang di Jakarta benar-benar mengalami kelumpuhan," tambahnya.
Dwikorita berharap penjelasan ini dapat rasa khawatir masyarakat akibat beredarnya potongan video pada aplikasi TikTok tersebut, dengan narasi yang tidak sesuai antara konten dan konteksnya.
Dia berharap masyarakat lebih jeli dan hati-hati, tidak menelan mentah-mentah isu atau kabar yang bersumber dari media sosial.
"Pastikan informasi yang diperoleh hanya dari BMKG, karena hanya BMKG-lah satu-satunya lembaga pemerintah yang diberi kewenangan, dan tugas di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika," katanya.(*)