Beradu Corak Antara Aktivisme Konvensional Dengan Aktivisme Online

Jumat, 20 Oktober 2023 | 18:30
Beradu Corak Antara Aktivisme Konvensional Dengan Aktivisme Online
(Foto: Ari Firmansyah)
Penulis: Ari Firmansyah* | Editor: AyoBacaNews

Generasi muda Indonesia, yang sekarang sering disebut sebagai Generasi Z, telah menjadi saksi perubahan besar dalam dunia politik dan aktivisme. Dengan kemajuan teknologi dan akses mudah ke internet, mereka memiliki dua pilihan utama dalam menjalankan peran politik mereka yakni menjadi seorang aktivisme online atau aktivisme konvensional dalam momentum pemilu dan politik yang terjadi. Perdebatan mengenai manakah yang lebih efektif dan relevan menjadi topik yang masih layak didiskusikan dalam konteks Pemilu 2024.

Aktivisme online adalah platform di mana anak muda telah mengekspresikan kepedulian mereka terhadap isu-isu politik dan sosial menggunakan media sosial seperti Instagram, Twitter, dan TikTok yang saat ini telah menjadi sarana untuk berbagi pandangan, informasi, dan menyuarakan pendapat mereka. Hal ini memberi mereka kekuatan untuk mengorganisir kampanye, membuat petisi online, dan membuat gerakan sosial yang bisa menjangkau ribuan hingga jutaan orang dalam waktu singkat. Aktivisme online memungkinkan anak muda untuk merasa dekat dengan isu-isu yang mereka gandrungi. Tentu semua ini ada kelebihan dan kekurangannya, aktivisme online sering kali terjebak dalam ranah yang terlalu bersifat retoris dan kurang dalam keterlibatan nyata dalam keputusan politik.

Di sisi lain, aktivisme konvensional melibatkan kehadiran fisik secara langsung dan terlibat dalam organisasi kemasyarakatan, kepemudaan, kemahasiswaan hingga organisasi politik tradisional. Partisipasi ini telah menjadi pijakan utama dalam proses politik selama bertahun-tahun dan masih menjadi cara terpenting bagi warga negara untuk terlibat langsung dalam aktivitas politiknya.

Namun, ada anggapan bahwa partisipasi konvensional terasa kurang memadai, lambat, dan kurang inklusif, generasi muda mungkin merasa bahwa pemimpin politik saat ini tidak mewakili pandangan dan kepentingan mereka. Oleh karena itu, mereka lebih memilih untuk menggunakan aktivisme online sebagai cara untuk membawa perubahan yang mereka harapkan.

Perdebatan mengenai mana yang lebih efektif adalah kompleks. Aktivisme online dapat memberikan visibilitas yang signifikan terhadap isu-isu penting, namun sering kali kesan efektifitasnya tidak berdampak secara langsung pada kebijakan publik. Di sisi lain, aktivisme  konvensional memiliki potensi untuk mengubah sistem politik secara langsung, namun seringkali dianggap oleh anak muda sebagai proses yang lambat dan kurang responsif terhadap aspirasi mereka.

Idealnya, kedua pendekatan ini tidak harus bersaing. Anak muda dapat memanfaatkan kekuatan aktivisme online untuk memobilisasi dukungan dan kesadaran akan isu-isu penting, sementara tetap terlibat dalam pemilu dan politik secara konvensional untuk memastikan bahwa suara mereka diwakili pada saat pengambilan keputusan pemerintah.

Sebagai bangsa yang terus berubah, Indonesia perlu mendukung beragam cara partisipasi politik yang digunakan oleh anak muda. Ini akan memungkinkan mereka untuk berkontribusi pada pembentukan masa depan negara, baik melalui cara konvensional ataupun menggunakan teknologi untuk dapat membantu menciptakan perubahan positif dalam masyarakat.

*Ari Firmansyah merupakan Kontributor Aktif ayobacanews.com

Konten Rekomendasi (Ads)