16 November Hari Angklung Internasional, Mengenal Sejarah Alat Musik Tradisional Khas Sunda

Rabu, 13 November 2024 | 14:02
16 November Hari Angklung Internasional, Mengenal Sejarah Alat Musik Tradisional Khas Sunda
HARI ANGKLUNG INTERNASIONAL - 16 November diperingati sebagai hari angklung internasional. Sejarah alat musik trasional masyarakat sunda. - Foto ilustrasi Pixabay/ignartonosbg.
Penulis: Difa Lavianka | Editor: Difa Lavianka

AyoBacaNews.com - Setiap tanggal 16 November, diperingati sebagai Hari Angklung Internasional.

Angklung merupakan alat musik tradisional khas Jawa Barat, terbuat dari bambu dan memiliki suara yang khas.

Alat musik angklung dimainkan dengan cara digoyangkan, menghasilkan bunyi yang bergetar.

Angklung memiliki berbagai ukuran, mulai dari yang kecil hingga besar, yang masing-masing memberikan suara yang berbeda. Alat musik ini dikenal memiliki nada yang harmonis dan kaya akan budaya serta sejarah.

Sejarah dan Asal-Usul Angklung

Dilansir dari kanal YouTube Leuweung Seni pada Rabu, 13 November 2024, angklung mulai dikenal di Indonesia sejak masa kerajaan Sunda, sekitar abad ke-12 hingga abad ke-16.

Asal-usul terciptanya angklung berkaitan erat dengan pandangan hidup masyarakat Sunda yang agraris.

Padi sebagai makanan pokok masyarakat Sunda menjadi simbol kehidupan, dan angklung pun dipercaya memiliki hubungan spiritual dengan Dewi Sri, Dewi Padi yang diyakini sebagai pemberi kehidupan.

Berdasarkan kepercayaan ini, masyarakat Sunda mempercayai bahwa angklung memiliki kekuatan untuk memanggil Dewi Sri agar turun ke bumi dan membawa kesuburan bagi tanaman padi mereka.

Oleh karena itu, angklung digunakan dalam berbagai ritual, seperti saat mengawali penanaman padi atau dalam Pesta Panen dan Seren Taun, upacara adat yang biasa digelar di beberapa daerah di Jawa Barat.

Ritual-ritual ini tidak hanya bertujuan untuk kesuburan pertanian, tetapi juga berfungsi sebagai penggugah semangat dan pemompa motivasi.

Bahkan, pada masa penjajahan Belanda, angklung digunakan untuk memotivasi rakyat dalam pertempuran, sehingga popularitasnya sempat dilarang oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda.

Angklung Tradisional dan Modern

Secara garis besar, angklung terbagi menjadi dua jenis, yaitu angklung tradisional dan angklung modern.

1. Angklung Tradisional

Angklung tradisional, atau dikenal dengan istilah angklung Buhun, menggunakan tangga nada pentatonis.

Angklung tradisional ini masih mempertahankan bentuk dan fungsi aslinya, yakni untuk upacara adat dan ritual.

Berbagai daerah di Jawa Barat memiliki jenis angklung tradisional yang khas, seperti:

- Angklung Buncis dari Bandung

- Angklung Padaeng dari Garut

- Angklung Sered dari Tasikmalaya

- Angklung Gubrag dari Bogor

- Angklung Dogdog Lojor dari Sukabumi

- Angklung Bungko dari Cirebon

- Angklung Baduy dari Banten

2. Angklung Modern

Angklung modern, atau sering disebut angklung Wanda Barat, menggunakan tangga nada diatonis atau kromatik.

Angklung modern ini dirancang dengan tujuan untuk dapat dimainkan dalam berbagai pertunjukan musik, baik tradisional maupun modern.

Salah satu contoh angklung modern adalah Angklung Daeng, yang diciptakan pada tahun 1938 oleh seorang maestro angklung, dan dikembangkan lebih lanjut oleh Saung Angklung Udjo yang dikenal dengan nama Saung Angklung Mang Udjo.

Angklung ini sering disebut sebagai Angklung Indonesia dan dikenal lebih luas, tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri.

Pengakuan Angklung sebagai Warisan Budaya Dunia

Pada tahun 2010, angklung diakui oleh UNESCO sebagai Karya Agung Warisan Budaya Lisan dan Non-Bendawi Manusia.

Pengakuan ini diberikan pada sidang UNESCO di Nairobi, Kenya, pada tanggal 16 November 2010.

Pengakuan ini sangat penting bagi Indonesia karena memastikan bahwa angklung tetap menjadi bagian dari warisan budaya Indonesia yang diakui dunia internasional.

Selain itu, pengakuan ini juga menjadi langkah penting untuk melindungi dan melestarikan angklung dari klaim budaya oleh bangsa lain.

Fungsi Angklung dalam Kehidupan Masyarakat

Angklung tidak hanya berfungsi sebagai alat musik dalam pertunjukan seni, tetapi juga sebagai simbol kebersamaan dan semangat.

Dalam masyarakat Sunda, angklung sering dimainkan dalam acara-acara besar seperti Pesta Panen, Seren Taun, hingga acara-acara keagamaan.

Angklung juga digunakan untuk mengungkapkan rasa syukur, mengajak kedamaian, dan menjaga keharmonisan dalam komunitas.

Tidak hanya dalam konteks tradisional, angklung juga semakin dikenal dalam konteks yang lebih luas, seperti pertunjukan-pertunjukan modern yang melibatkan angklung sebagai bagian dari ansambel musik atau pertunjukan internasional.

Dengan demikian, angklung bukan hanya sekadar alat musik, tetapi juga bagian dari identitas budaya yang kuat.

Menjaga Kelestarian Angklung

Meskipun angklung sudah mendunia dan mendapat pengakuan dari UNESCO, penting bagi masyarakat Indonesia, terutama generasi muda, untuk terus melestarikan dan mengembangkan angklung.

Banyak komunitas, sekolah, dan sanggar seni yang mulai mengajarkan angklung sebagai bagian dari pendidikan seni, sehingga alat musik ini tetap hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat.(*)

Konten Rekomendasi (Ads)