AyoBacaNews.com - Sempat viral video kontroversi di dunia maya tentang rebutan menjadi imam salat.
Atas viralnya video tersebut kemudian menjadi perhatian karena dinilai kurangnya etika bermasyarakat, bersosial, dan beragaa.
Meskipun demikian, di tengah keramaian tersebut, pemahaman yang jelas mengenai kriteria menjadi imam yang ideal sangatlah penting.
Dalam konteks ajaran Islam, terdapat persyaratan khusus yang harus dipenuhi untuk menjadi imam salat.
Setidaknya, ada dua hadis yang membahas hal ini. Salah satunya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Mas‘ud al-Anshari, di mana Rasulullah SAW menegaskan, “Hendaklah menjadi imam bagi suatu kaum mereka yang lebih pandai dalam bacaan al-Qur’an.” Artinya, kefasihan dalam membaca Al-Qur’an menjadi syarat utama.
Bunyi lengkapnya sebagai berikut: “Dari Abu Mas‘ud al-Anshari (diriwayatkan) ia berkata, Rasulullah saw bersabda: Telah berkata Rasulullah saw: Hendaklah menjadi imam bagi suatu kaum mereka yang lebih pandai dalam bacaan al-Qur’an, apabila dalam hal ini kemampuan mereka sama, maka didahulukan yang lebih pandai dalam hal Sunnah, apabila dalam hal ini kemampuan mereka sama, maka didahulukan yang lebih dahulu hijrah, dan apabila dalam hal hijrah juga sama, maka didahulukan yang lebih dahulu Islamnya” [H.R. Muslim dan Ahmad].
Kedua, yang perlu diperhatikan adalah saat seseorang menjadi imam bukan hanya masalah kemampuan, tetapi juga sikap dan tata krama.
Dalam hadis lainnya, Rasulullah SAW menekankan, “Janganlah seseorang mengimami orang lain dalam kekuasaan yang diimami itu, dan janganlah pula seseorang duduk di rumah orang lain di atas kemuliaannya, terkecuali dengan izinnya.”
Pentingnya etika dan adab
Dari hadis tersebut jelas jika hal ini mencerminkan perlunya adab dan izin dalam mengambil peran sebagai imam.
Bunyi lengkapnya sebagai berikut: “Dari Abu Mas‘ud al-Anshari (diriwayatkan) ia berkata, Rasulullah saw bersabda: Hendaklah menjadi imam bagi suatu kaum mereka yang lebih pandai dalam bacaan al-Qur’an, apabila kemampuan mereka dalam hal ini mereka sama, maka didahulukan yang lebih pandai dalam hal Sunnah, apabila kemampuan mereka dalam hal ini sama, maka didahulukan yang lebih dahulu hijrah, dan apabila dalam hal hijrah juga sama, maka didahulukan yang lebih dahulu Islamnya. Janganlah sesorang mengimami orang lain dalam kekuasaan yang diimami itu, dan janganlah pula seseorang duduk di rumah orang lain di atas kemuliaannya (tempat yang tertentu untuk tuan rumah), terkecuali dengan izinnya (tuan rumah)” [H.R. Muslim dan Ahmad].
Berkaca dari literasi dua hadis di atas, masyarakat diingatkan untuk tidak hanya melibatkan diri berlomba untuk kebaikan, tetapi juga menjunjung tinggi nilai-nilai adab dan etika.
Syarat menjadi imam salat
Dikutip dari laman muhammadiyah.or.id tentang artikel berjudul Viral Rebutan Imam Salat, Pahami Syarat Menjadi Imam yang Sesuai dengan Hadis, menurut Tim Divisi Fatwa Tarjih, berdasarkan dua hadis di atas, berikut syarat-syarat menjadi seorang Imam:
- Individu yang paling baik bacaan dan pengetahuannya tentang al-Qur’an;
- Kalau bacaan dan pengetahuannya tentang al-Qur’an sama, maka ditentukan yang paling banyak pengetahuannya terhadap as-Sunnah;
- Kalau pengetahuan terhadap as-Sunnah sama, maka ditunjuklah yang lebih dahulu hijrah, barangkali untuk sekarang yang lebih banyak atau dahulu perjuangannya;
- Kalau dalam hijrahnya sama, maka dipilihlah imam yang usianya lebih tua.
Imam salat bergilir
Oleh karena itu, untuk menjaga kelangsungan dan kualitas pelaksanaan ibadah di sebuah masjid, disarankan agar Tim Divisi Fatwa Tarjih memiliki seorang imam tetap, terutama untuk melaksanakan salat fardu lima waktu.
Imam yang dipilih sebaiknya memenuhi kriteria yang telah dijelaskan dalam hadis di atas, yaitu memiliki kefasihan dalam membaca Al-Qur'an, pemahaman yang baik terhadap Sunnah, pengalaman hijrah, dan kesetiaan terhadap ajaran Islam.
Namun, dalam situasi di mana ada banyak individu yang memenuhi kriteria tersebut, masjid dapat mempertimbangkan untuk membuat jadwal imam secara bergilir.
Pendekatan ini tidak hanya memberikan kesempatan kepada lebih banyak orang untuk berkontribusi dalam peran imam, tetapi juga menciptakan suasana kebersamaan dan partisipasi aktif seluruh jamaah.
Dengan demikian, kebijakan jadwal imam bergilir dapat menjadi solusi yang adil dan efektif untuk menghindari persaingan yang tidak perlu di antara jamaah.
Selain itu, hal ini dapat memperkuat ikatan sosial dan kebersamaan dalam komunitas masjid.
Pemilihan imam secara bijaksana, baik dengan memiliki imam tetap atau melalui jadwal bergilir, akan membantu menciptakan lingkungan ibadah yang harmonis dan mendukung pertumbuhan spiritual umat Islam. (*)