Soroti Harga Beras Mahal, Anggota Komisi VI Sebut Pemerintah Gagal Mengurus Produksi dalam Negeri

Sabtu, 02 Maret 2024 | 08:19
Ilustrasi - beras. Anggota Komisi VI DPR menyoroti kenaikan harga beras di Indonesia. (Pixabay).
Penulis: Pipin L H | Editor: AyoBacaNews

AyoBacaNews.com - Anggota Komisi VI DPR, Amin Ak menilai pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah gagal mencapai swasembada pangan, khususnya beras.

Menurut Amin, bahwa gejala penurunan produksi beras sudah terlihat sejak awal tahun 2023 lalu.

"Pemerintah jelas tidak berhasil mengurus produksi beras di dalam negeri. Bukannya swasembada, kita malah semakin bergantung pada impor," kata Amin, dikutip dari keterangannya dalam laman dpr.go.id, Sabtu 3 Maret 2024.

Berdasarkan laporan yang diterimanya, kegagalan swasembada beras ini disebabkan oleh berbagai faktor.

Di antaranya perubahan iklim, kelangkaan, dan kenaikan harga pupuk serta biaya produksi yang tinggi akibat dampak kenaikan harga BBM.

Jika dibiarkan, kata Amin, produksi beras nasional dalam jangka panjang akan semakin buruk, sekaligus semakin mempersulit petani menjaga usaha pertanian mereka.

"Hanya ada penurunan harga (beras) saat Bulog melakukan operasi. Tapi itu pun sangat terbatas. Seharusnya hal ini bisa dicegah," katanya.

Politisi Fraksi PKS itu juga tidak sepakat dengan pernyataan Presiden Jokowi, bahwa harga beras sudah mulai turun.

Menurut pengamatannya di lapangan, harga beras masih melambung tinggi.

"Namun ironisnya, pemerintah berencana mengimpor beras sebanyak 3,6 juta ton tahun ini, yang berdampak pada harga jual gabah petani yang anjlok," kata Amin.

Menurut data panel harga Badan Pangan Nasional (Bapanas) pada Kamis, 29 Februari lalu pukul 13.00 WIB, terjadi kenaikan harga beras premium sebesar 5,06 persen menjadi Rp17.240 per kilogram.

Sementara itu, untuk harga beras medium juga naik sebesar 1,54 persen menjadi Rp14.530 per kilogram.

Harga beras mengalami lonjakan dalam beberapa pekan terakhir. Sekarang ini harga beras masih di atas harga eceran tertinggi (HET), yang ditetapkan oleh pemerintah.

"Ini adalah HET beras yang berlaku; beram premium Rp13.900-Rp14.800 per kg, beras medium Rp10.900-11.800 per kg," katanya.

Ia berpendapat, pemerintah perlu menyelidiki dan mengusut ke mana perginya beras impor, dan siapa yang mengendalikan distribusinya mulai dari proses impor hingga penyalurannya di daerah.

"Termasuk juga dugaan beras digunakan sebagai alat transaksi politik saat pemilu. Saya yakin jika diselidiki akan terlihat keterkaitannya, yang sangat mungkin melibatkan kartel atau mafia beras," katanya.(*)

Sumber: Pemerintah Telah Gagal Kelola Produksi Beras Dalam Negeri

Artikel Rekomendasi