AyoBacaNews.com - Senator asal Aceh, H. Sudirman meminta Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas untuk tak mengusik kerukunan, dan toleransi beragama yang telah lama terbangun di masyarakat.
Hal tersebut, menyikapi Surat Edaran (SE) Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2024 tentang Panduan Ibadah Ramadan dan Idul Fitri 1445 H/2024 M.
Menag melarang penggunaan pengeras suara luar di masjid serta mushola saat shalat tarawih maupun tadarus Alquran selama bulan Ramadan.
Poin ketiga dari SE Menag itu turut menyebutkan, bahwa dalam mengisi dan meningkatkan syiar Islam, umat Islam tetap berpedoman pada Surat Edaran Agama Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushola.
"Surat Edaran Menag ini yang melarang pengeras suara luar masjid saat Ramadan sangat mengganggu suasana hati umat Islam jelang Ramadan," kata pria yang populer di kalangan masyarakat Aceh dengan sapaan akrab Haji Uma.
Haji Uma menambahkan, toleransi antar umat beragama telah terbangun kuat, dan tadarus Al Quran serta shalat tarawih adalah tradisi Ramadan, yang telah ada sejak lama di Nusantara, bahkan sebelum Menag Yaqut lahir.
Jauh sebelumnya, tidak menjadi masalah hingga kemudian hal ini dipermasalahkan oleh Menag.
"Jangan karena hanya ingin tunjukkan prestasi, dan kinerja malah secara sengaja merusak tatanan kerukunan, dan toleransi umat beragama, yang telah terbangun kuat sejak lampau, bahkan sebelum Menag Yaqut ini lahir," kata senator di bidang Komite IV DPD RI ini.
Haji Uma juga menyebutkan, bahwa toleransi bukanlah masalah di tingkat bahwa yang telah lama hidup dalam tatanan kehidupan beragama, yang penuh kerukunan serta toleransi.
Justru masalah di tingkat atas, yang mempermasalahkan hal yang bukan masalah di tengah masyarakat.
Haji Uma pun mencontohkan di Aceh, yang mayoritas muslim dan menerapkan hukum syariah Islam tapi saling menghormati minoritas.
Non-muslim bahkan ikut saling mendukung saudara muslimnya dalam menyambut Ramadan. Kondisi relasi yang sama juga diyakini terjadi di daerah lain di nusantara, di mana muslim sebagai kaum minoritas.
"Jadi, sejatinya tidak ada masalah di tingkat bawah, justru masalah di tingkat atas yang mempermasalahkan sesuatu yang tidak jadi masalah di tingkat masyarakat," kata Haji Uma.
"Seperti kebijakan Menag ini, yang kemudian hanya mengusik, dan merusak tatanan kerukunan serta toleransi beragama, yang telah hidup sejak lama di tengah masyarakat," tambahnya.(*)