MK Hapus Presidential Threshold, Yusril Sebut Ada Perubahan Sikap terhadap Konstitusionalitas

Jumat, 03 Januari 2025 | 13:15
Menko bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakat, Yusril Ihza Mahendra menyebut, pemerintah keputusan MK. (Foto: Instagram/@yusrilihzamhd).
Penulis: Pipin LH | Editor: Pipin L H

AyoBacaNews.com, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold, karena dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Menteri Koordinator (Menko) bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra mengatakan, jika pemerintah menghormati keputusan MK tersebut.

Menurut Yusril, dengan penghapusan presidential threshold maka setiap partai politik peserta pemilihan umum (Pemilu) mendatang berhak mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden tanpa ambang batas lagi.

"Sesuai ketentuan Pasal 24C UUD 45, putusan MK merupakan putusan pertama dan terakhir yang bersifat final dan mengikat," kata Yusril, pada Jumat, 3 Januari 2025.

Sebelumnya, ketentuan Pasal 222 UU Pemilu mensyaratkan pasangan calon presiden dan wakil presiden harus didukung sekurang-kurangnya 20 persen kursi partai politik atau gabungan partai politik di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Atau minimal 25 persen suara sah nasional partai politik atau gabungan partai politik berdasarkan hasil pemilu lima tahun sebelumnya.

Yusril menegaskan, semua pihak termasuk pemerintah berkaitan dengan putusan MK tersebut tanpa dapat melakukan upaya hukum apapun.

Pemerintah, kata Yusril, menyadari jika permohonan untuk menguji ketentuan Pasal 222 UU Pemilu itu telah dilakukan lebih dari 30 kali, dan baru pada pengujian terakhir ini dikabulkan.

Ia mengatakan, pemerintah melihat ada perubahan sikap MK terhadap konstitusionalitas norma Pasal 222 UU Pemilu tersebut dibanding putusan-putusan sebelumnya.

Yusril mengatakan, apapun pertimbangan hukum MK dalam mengambil keputusan itu, pemerintah menghormatinya, dan tidak dalam posisi dapat mengomentarinya sebagaimana para akademisi atau aktivis.

"MK berwenang menguji norma UU, dan berwenang  juga mengatakannya bertentangan dengan UUD 45, dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," katanya.

Yusril mengatakan, setelah adanya tiga putusan MK Nomor 87, 121, dan 129/PUU-XXII/2024 yang membatalkan keberadaan presidential threshold, pemerintah secara internal akan membahas implikasi terhadap pengaturan pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres) Tahun 2029.

Jika diperlukan perubahan dan penambahan norma dalam UU Pemilu akibat penghapusan presidential threshold, Yusril menyebut, pemerintah tentu akan menggarapnya bersama-sama dengan DPR RI.

"Semua stakeholders, termasuk Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), akademisi, pegiat pemilu, serta masyarakat tentu akan dilibatkan dalam pembahasan itu nantinya," katanya. (*)

Artikel Rekomendasi