Larangan Study Tour Usai Kecelakaan SMK Lingga Kencana Bukan Solusi, Anggota Komisi V: Jangan Digeneralisir

Kamis, 23 Mei 2024 | 07:00
LARANGAN STUDY TOUR -Ilustrasi Syarief Abdullah Alkadrie dalam ruangan rapat DPR RI. Aturan larangan study tour usai kecelakaan SMK Lingga Kencana, Syarief Abdullah menilai tidak tepat. -Ilustrasi/dpr.go.id
Penulis: Difa Lavianka | Editor: Difa Lavianka

AyoBacaNews.com - Usai insiden kecelakaan maut yang menimpa rombongan SMK Lingga Kencana, terbit beberapa larangan study tour dari beberapa pemerintah daerah.

Larangan kegiatan study tour bagi siswa sekolah, akhirnya terdengar dan dibahas dalam meja rapat Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

Anggota Komisi V DPR RI Syarief Abdullah Alkadrie, menilai bahwa larangan study tour karena pertimbangan kecelakaan rombongan SMK Lingga Kencana, dirasa tidak tepat.

Syarief mengatakan bahwa, keputusan larangan study tour, tidak menyelesaikan permasalahan inti yang menyebabkan kecelakaan tersebut.

Menurut Syarief dengan adanya larangan study tour, justru bisa menimbulkan dampak negatif di berbagai sektor.

"Terjadinya kecelakaan ini karena apa? Apa karena rem blong atau sopirnya ngantuk atau apa? Kalau rem blong, berarti dia memeriksakan nggak kendaraannya? Sesuai SOP nggak waktu dia jalan? Jadi jangan digeneralisir” tegas Syarief dalam keterangan tertulis di dpr.go.id, dikutip pada Kamis, 23 Mei 2024.

Lebih lanjut Syarief menuturkan, seharusnya yang menjadi evaluasi adalah perusahaan transportasi, wajib memelihara seluruh kendaraannya dengan baik secara teratur.

Kemudian, perusahaan transportasi juga mempunyai kewajiban untuk memastikan setiap hal teknis dalam keadaan baik.

"Makanya tidak hanya menghukum sopirnya, kasihan keluarganya. Akibat kecelakaan yang mungkin saja bukan hanya kesalahannya dia saja," tegas Syarief.

Syarief juga meminta kepada instansi terkait, untuk melakukan pemeriksaan secara menyeluruh atas musibah yang terjadi.

Apabila terbukti perusahaan lalai, maka tindakan yang dilakukan adalah cabut izinnya dan proses dengan sanksi hukum yang setimpal. (*) 

Artikel Rekomendasi