Eskalasi konflik global meningkatkan risiko perang dunia ketiga dengan potensi senjata nuklir. Dampaknya meliputi kehancuran ekosistem, kerusakan ekonomi, hilangnya diplomasi, hingga ramalan Einstein soal peradaban kembali ke zaman batu.
APA yang kalian bayangkan dari suatu peperangan? Kematian, kehancuran, kelaparan, atau hilangnya kebebasan?
Bagaimana jika perang bukan lagi soal kematian, bukan lagi soal kelaparan, dan bukan lagi soal salah dan benar? Perang yang akan kita hadapi di kemudian hari mungkin adalah kehancuran total.
Peradaban runtuh. Semua internet akan mati. Uang tidak lagi menjadi alat jual beli. Jutaan orang terkapar di tanah tanpa ada yang berani menguburkan.
Miliaran orang kelaparan. Hewan-hewan binasa, buah-buahan dan tumbuhan tidak bisa lagi dimakan.
Racun dan oksigen saling berebut di udara. Kebakaran hutan dan tsunami terjadi di setiap lautan.
Gempa-gempa bersusulan setiap jamnya, dan langit gelap total. Kita tidak akan bisa melihat matahari selama bertahun-tahun.
Gambaran kiamat tergambar nyata. Kita hanya bisa berdesak-desakan menunggu ajal di dalam bunker, dengan makan dan minum seadanya.
Semua kekelaman dan kengerian yang tadi disampaikan adalah hasil ramalan Albert Einstein dua tahun setelah Perang Dunia II usai.
Dalam ramalannya, Einstein menyatakan bahwa Perang Dunia III niscaya akan membawa umat manusia kembali ke zaman batu.
Dan sekarang, mungkin kita sudah berada di setengah perjalanan menuju apa yang Einstein ramalkan.
Sebelum lebih jauh membongkar maksud ucapan Einstein, sebaiknya kita melihat terlebih dahulu konteks ketika ramalan tersebut diucapkan.
Sebab, apa yang diramalkan oleh Einstein pada tahun 1947 tidak bisa dilepaskan dari Perang Dunia II.
Nuklir, yang menjadi momok paling mematikan bagi kelangsungan umat manusia, secara tidak langsung adalah buah pemikiran dari Einstein. Semua ini bermula dari teori relativitas yang Einstein gagas.
Prinsip kerja bom atom didasarkan pada teori relativitasnya. Ditambah lagi, cikal bakal Manhattan Project adalah hasil inspirasi mantan Presiden Amerika, Roosevelt, atas surat yang dikirimkan oleh Einstein.
Setelah membaca surat Einstein, Roosevelt langsung membentuk Komite Penasihat Uranium yang menciptakan Manhattan Project, berisikan ilmuwan-ilmuwan sains yang dikepalai oleh Oppenheimer. Dari Manhattan Project inilah tercipta bom atom yang menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki.
Meski Einstein tidak pernah terlibat langsung dalam Manhattan Project atau pembuatan senjata nuklir, persamaan teori relativitasnya secara teoritis memungkinkan nuklir diciptakan.
Menyadari kenyataan tersebut, Einstein dihantui penyesalan seumur hidup. Dalam wawancaranya dengan News pada tahun 1947, ia mengatakan, “Kalau saya tahu Jerman akan gagal mengembangkan bom atom, saya tidak akan melakukan apa pun.”
Penyesalan Einstein terlihat jelas. Pada Juli 1946, dalam sampul majalah, gambarnya ditampilkan bersama rumus E=mc² dengan latar ledakan bom atom. Dengan kata lain, Einstein sangat menyadari dampak senjata nuklir terhadap keberlangsungan peradaban manusia.
Dua tahun setelah Perang Dunia II berakhir, tepatnya Maret 1947, sebuah laporan Liberal Judaism menceritakan percakapan Einstein dengan rekan ilmuwannya di pesta makan malam. Dalam percakapan itu, Einstein ditanya oleh Alf Werner tentang senjata baru apa yang mungkin digunakan dalam Perang Dunia III.
Terkejut dengan pertanyaan itu, Einstein menggelengkan kepala. Namun, beberapa menit kemudian, ia menjawab bahwa dirinya tidak tahu senjata apa yang akan digunakan dalam Perang Dunia III. Namun, ia yakin senjata yang akan digunakan dalam Perang Dunia IV adalah tongkat dan batu.
Pernyataan tersebut menyiratkan keyakinan bahwa jika Perang Dunia III benar-benar terjadi, negara-negara pasti akan menggunakan senjata nuklir.
Ketika perang itu usai, dunia akan mengalami kerusakan dan kehancuran total, sehingga senjata yang tersisa hanyalah tongkat dan batu.
Untuk kita yang lahir dan besar di masa damai, barangkali sulit membayangkan kekelaman dan kesengsaraan perang. Namun, bagi Einstein, ia menjadi saksi hidup dari dua perang besar dunia.
Bahkan dalam Perang Dunia II, Einstein berada dalam lingkaran pengambil keputusan perang. Tidak heran jika ramalannya tentang perang memiliki makna yang begitu dalam.
Menyadari seberapa merusaknya kemajuan teknologi yang mengendor peperangan, maka ramalannya tentang Perang Dunia Ketiga akan memaksa peradaban manusia kembali ke zaman batu.
Ramalan ini arsensi: Perang Dunia Ketiga akan sangat menakutkan dan menghancurkan, atau barangkali menjadi akhir dari eksistensi umat manusia.
Kenapa tidak? Karena dari dua perang yang sudah tercatat dalam sejarah, perang selalu tentang kematian dan kehancuran.
Sekarang, jika Perang Dunia Ketiga benar-benar terjadi, apa jaminan negara-negara besar tidak saling menghancurkan dengan nuklir yang memiliki potensi kehancuran total?
Setelah Perang Dingin selesai, negara-negara besar seperti Amerika dan Rusia saling mengancam dengan senjata nuklir mereka yang mematikan.
Setelah Perang Dunia Kedua berakhir, ada beberapa peristiwa di berbagai penjuru bumi yang nyaris membuat sejarah manusia masuk ke dalam peperangan dunia ketiga.
Apa saja peristiwa itu?
Pertama barangkali adalah pecahnya perang di Semenanjung Korea pada tahun 1950 hingga 1953. Perang antara Korea Selatan dan Korea Utara ini dulunya diprediksi dapat membuka Perang Dunia Ketiga.
Mau tidak mau, saat itu Perang Dingin antara dua negara adidaya, Soviet dan Amerika, baru saja dimulai. Dalam perang Korea ini, Soviet dan Amerika memiliki kontribusi yang vital.
Korea Utara didukung penuh oleh Soviet dengan payung ideologi komunismenya, sedangkan Korea Selatan diendorse oleh Amerika dengan kekuatan kapitalismenya.
Perang Korea nyaris membuat dua negara adidaya ini benar-benar berhadapan. Namun, beruntungnya, kedua negara ini menyelesaikan perangnya dengan gencatan senjata dan memutuskan untuk membuat perjanjian zona demiliterisasi antara wilayah Korea Selatan dan Korea Utara.
Yang kedua adalah Krisis Misil di Kuba. Krisis ini terjadi selama 13 hari, dimulai pada tanggal 16 Oktober dan berakhir pada tanggal 28 Oktober 1962.
Di tengah panasnya situasi saling ancam dengan misil nuklir, Soviet mengirim kapal selam B59 yang bersenjatakan torpedo berhulu ledak nuklir ke Teluk Mary untuk membangun pangkalan maritim.
Namun, pada tanggal 27 Oktober 1962, kapal selam Soviet B59 dicegat oleh satu armada Angkatan Laut Amerika di Laut Karibia yang merupakan perairan internasional.
Armada Angkatan Laut Amerika terdiri dari satu kapal induk USS Randolph beserta 11 kapal perusak.
Armada Amerika ini menebarkan depth charge atau bom dalam yang memaksa kapal selam Soviet B59 naik ke permukaan.
Kapten B59, Valentin Savitski, yang merasa terprovokasi, mengajukan izin untuk melepas torpedo nuklir mereka.
Beruntungnya, khusus untuk kapal selam B59, kebijakan Angkatan Laut Soviet menetapkan bahwa izin peluncuran torpedo nuklir baru akan diberi lampu hijau setelah disetujui oleh tiga komandan di dalam kapal.
Selain Savitski, komandan di kapal selam B59 adalah Ivan Mazlenikov, yang berpangkat perwira politik, dan Komodor Vasili Arkhipov, yang berpangkat perwira penghubung armada.
Arkhipov-lah satu-satunya orang yang menentang peluncuran torpedo nuklir tersebut. Ia akhirnya memenangkan diskusi dengan kedua komandannya.
Selain enggan memulai Perang Dunia Ketiga, Arkhipov berargumen bahwa kondisi baterai kapal selam B59 mulai menipis dan mesin pendingin udaranya rusak akibat guncangan ledakan depth charge yang dilakukan oleh armada Angkatan Laut Amerika.
Dari keputusan yang diambil Arkhipov, ia menyelamatkan Amerika dan Soviet dari perang dahsyat.
Setelah Savitski dan Mazlenikov menyetujui keputusan untuk menaikkan B59 ke permukaan, krisis berhasil dihindari. Jika saja Arkhipov kalah dalam mengambil keputusan, barangkali Perang Dunia Ketiga pecah pada hari itu juga.
Arthur M. Schlesinger Jr., yang saat itu menjabat sebagai penasihat presiden, menyebut bahwa keberanian Arkhipov menjadi momen penting yang menyelamatkan dunia dari kehancuran total.
Kennedy menyatakan bahwa insiden tersebut tidak hanya menjadi momen paling berbahaya dalam Perang Dingin, tetapi juga momen paling berbahaya bagi umat manusia.
Selain itu, Thomas Blenton, direktur dari Arsip Keamanan Nasional Amerika, saat diwawancarai oleh Marion Liot dari surat kabar The Boston Globe pada tanggal 1 Oktober 2002, pernah mengenang kejadian ini dengan menyatakan bahwa seorang perwira bernama Vasil Arkipov telah menyelamatkan dunia.
Selama Krisis Rudal Kuba pada tahun 1962, Uni Soviet dan Amerika Serikat berada di ambang konflik nuklir setelah intelijen Amerika menemukan rudal Soviet di wilayah Kuba.
Setelah mengetahui hal tersebut, selama 13 hari ketegangan meningkat ke tingkat yang berbahaya hingga ancaman kehancuran bersama membuat kedua belah pihak sepakat untuk tidak lagi terlibat dalam upaya nuklir.
Yang ketiga adalah saat perang India-Pakistan pecah. Saat itu, bulan Desember baru saja memasuki hari ketiga pada tahun 1971 ketika 11 pangkalan udara Angkatan Udara India diserang Pakistan.
Serangan tersebut memulai perang India-Pakistan yang terus bergulir hingga 13 hari kemudian.
Perang ini merupakan dampak dari perang kemerdekaan Pakistan Timur, yang sekarang menjadi wilayah Bangladesh.
Selama 13 hari tersebut, skala konfrontasi semakin membesar lantaran India mendapat dukungan dari Soviet yang terikat pada Pakta Persahabatan dan Kerja Sama India-Soviet pada bulan Agustus 1971.
Sama halnya dengan Pakistan, negara tersebut juga mendapat sokongan dari Amerika yang tergabung dalam Central Treaty Organization (SENTO).
Meski awalnya Soviet dan Amerika hanya memberi dukungan moral dan senjata, eskalasi keterlibatan keduanya meningkat sejak posisi Pakistan di Pakistan Timur mulai melemah dan Pakistan Barat mulai terancam invasi besar oleh India.
Menyadari potensi bahaya yang semakin meningkat, Presiden Amerika saat itu, Richard Nixon, mengirim Gugus Tugas 74 dari Armada Ketujuh Angkatan Laut Amerika ke Teluk Benggala pada awal bulan Desember 1971, dibantu sekutu setianya Inggris yang ikut mengirimkan kapal induk HMS Eagle.
Soviet merespons dengan mengirim dua grup kapal perusak dan dua grup kapal penjelajah ke Samudra Hindia.
Situasi tersebut membuat Amerika dan Soviet nyaris terlibat pertempuran langsung yang berpotensi memicu Perang Dunia Ketiga karena masing-masing pasukan dari kedua blok itu hanya tinggal menunggu perintah dari pemimpin tertinggi mereka.
Beruntungnya, akhirnya pada tanggal 10 Desember 1971, Nixon berinisiatif mengontak pemimpin tertinggi Soviet saat itu, yaitu Leonid Brezhnev, melalui hotline, jaringan komunikasi khusus yang dibangun sejak Krisis Rudal Kuba pada tahun 1962.
Pesan yang dikirimkan Nixon meminta Soviet menahan agresi India sebisanya karena tindakan selanjutnya akan menjadi tanggung jawab Soviet.
Tiga hari berselang, Kremlin baru merespons permintaan Gedung Putih. Kremlin menyatakan akan menanti konfirmasi situasi terbaru di Pakistan Timur dan menegaskan tidak sepenuhnya mendukung rencana India menginvasi Pakistan Barat.
Alhasil, tensi antara Amerika dan Soviet mereda, meskipun India berhasil memenangkan perang lewat penyerahan tanpa syarat oleh komando militer Pakistan Timur pada tanggal 16 Desember 1971, yang berujung pada berdirinya negara Bangladesh.
Namun, momen tersebut tetap menjadi salah satu yang paling menegangkan dan berpotensi tinggi memulai Perang Dunia Ketiga.
Pakistan, India, Iran, dan terakhir adalah Korea Utara serta Rusia dikonfirmasi menjadi negara yang memiliki hulu ledak nuklir paling banyak di dunia dengan jumlah 5.889.
Jejak ini diikuti oleh Amerika Serikat yang memiliki sekitar 5.224 hulu ledak nuklir. Jumlah senjata nuklir yang dimiliki oleh kedua negara ini dapat mencapai 89% dari keseluruhan senjata nuklir di dunia.
Dikutip dari laman milik The International Campaigns to Abolish Nuclear Weapons, sejumlah senjata nuklir milik Amerika Serikat berada di negara lain seperti Turki, Jerman, Belanda, Italia, dan Belgia.
Kendati demikian, jumlah pasti kepemilikan senjata nuklir yang dimiliki masing-masing negara adalah rahasia nasional. Hal ini menyebabkan perkiraan senjata nuklir yang diberitakan tidak pernah memiliki kepastian yang signifikan.
Sekarang, kewaspadaan kita pun bertambah karena eskalasi konflik global semakin meningkat dan nyata.
Mulai dari genosida yang dilakukan Israel kepada Palestina, makin memanasnya konflik antara China dengan Taiwan, hingga belakangan kembali menegangnya hubungan Korea Utara dengan Korea Selatan. Untuk itu, perang dunia ketiga bukan lagi suatu hal yang mustahil.
Entah dipicu oleh konflik di Timur Tengah, Korea, atau bahkan Laut Cina Selatan, kini muncul pertanyaan besar: apa yang bakal terjadi jika perang dunia ketiga pecah?
Apakah ramalan Einstein mengenai perang dunia ketiga yang bisa membawa peradaban manusia kembali ke zaman batu bisa dibenarkan?
Menurut laporan situs edukasi Amerika, Finding Dulcinea, salah satu dampak paling signifikan dari perang dunia ketiga adalah hilangnya kepercayaan di antara negara-negara kuat.
Kepercayaan yang luntur akan berimbas pada pemutusan hubungan diplomatik, dan ketegangan semakin meningkat karena sulitnya menyelesaikan konflik secara damai.
Ekonomi global juga akan terdampak. Jika perang dunia ketiga meletus, pasar keuangan akan kacau, perdagangan internasional terganggu, bahkan negara dengan ekonomi paling stabil pun bisa ikut kolaps.
Banyak negara akan fokus terhadap perang dan persaingan geopolitik, yang menyebabkan perjanjian perdagangan runtuh dalam semalam.
Selain itu, sanksi komprehensif bisa dijatuhkan, dan rantai pasokan global akan menghadapi tantangan berat karena langkah-langkah ketat dari berbagai negara.
Aspek penting seperti jaringan komunikasi dan infrastruktur vital dapat menjadi target utama peretasan selama perang.
Selain itu, perang juga akan mengakibatkan jutaan orang di zona konflik meninggalkan rumah mereka untuk mencari tempat yang lebih aman. Para pengungsi ini kemungkinan akan mencari suaka di negara-negara tetangga, yang pada akhirnya akan kewalahan menghadapi gelombang pengungsi.
Jika medan perang meluas ke wilayah pertanian, otomatis perdagangan akan terhenti. Lahan pertanian akan rusak, dan pasokan pangan tidak mencukupi. Bahkan suplai bahan makanan akan sulit didapat. Kelaparan akan terjadi.
Kemudian yang paling ditakutkan dalam perang dunia ketiga adalah digunakannya senjata nuklir.
Ledakan satu bom nuklir dapat menghancurkan sejumlah wilayah secara luas, menjadi bencana global yang belum pernah terjadi sepanjang sejarah.
Ledakan nuklir akan menghasilkan gelombang radiasi elektromagnetik yang bisa mematikan sistem kelistrikan suatu negara, bahkan seluruh dunia.
Selain jutaan kematian seketika akibat ledakan, banyak orang akan terkena luka bakar, paparan radiasi, dan penyakit terkait.
Sistem medis dan kesehatan akan kolaps, membuat upaya penyelamatan dan perawatan menjadi hampir mustahil dilakukan. Dampak lingkungan juga akan sangat mengerikan dalam jangka panjang.
Menurut ilmuwan atmosfer Paul Crutzen, perang nuklir akan menghasilkan awan asap besar yang menyebarkan partikel radioaktif di atmosfer.
Ini akan menyebabkan hujan asam, penurunan suhu global, dan polusi yang mencemari tanah, air, serta sumber daya hayati.
Hujan hitam yang terjadi setelah ledakan nuklir seperti di Hiroshima akan kembali terjadi. Radiasi hujan hitam 100 kali lebih kuat dari biasanya, menyebabkan kerusakan permanen pada darah manusia.
Selain itu, awan gelap yang terbentuk bisa menutupi langit selama bertahun-tahun, menyebabkan suhu bumi turun drastis.
Bahkan perang nuklir kecil, dengan hanya menggunakan 0,03% dari total persenjataan nuklir dunia, bisa menghancurkan 50% lapisan ozon.
Dalam waktu singkat, bumi akan kehilangan perlindungan alami terhadap sinar UV, yang berujung pada kehancuran ekosistem.
Melihat semua dampak ini, jelas ramalan Einstein tentang perang dunia ketiga yang akan membawa peradaban manusia kembali ke zaman batu tidaklah berlebihan.
Perang dunia ketiga, terutama jika melibatkan senjata nuklir, bisa menjadi jalan menuju kiamat bagi umat manusia. (*)
Disclaimer: Sudut Pandang adalah komitmen AyoBacaNews.com memuat opini atas berbagai hal. Tulisan Sudut Pandang bukan produk jurnalistik, melainkan opini pribadi penulis. Sumber tulisan berasal dari Cahnnel Youtube Kamar Film
berjudul "MEMPREDIKSI UCAPAN EINSTEIN"