AyoBacaNews.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni menegaskan, aksi geng motor tidak boleh dianggap sepele, karena dampaknya sangat merugikan masyarakat.
Frekuensi kejahatan yang melibatkan geng motor, seperti pencurian, perampokan, dan balap liar, sering dilaporkan di berbagai kota besar di Indonesia, terutama Jakarta, Surabaya, Medan dan Bandung.
Frekuensi kejahatan ini bervariasi dari waktu ke waktu, tetapi cenderung meningkat pada akhir pekan atau saat libur panjang.
"Geng motor harus dianggap sebagai kelompok penjahat, bukan hanya aksi seru-seruan atau kenakalan semata," kata Sahroni dalam keterangannya, dikutip Selasa 13 Agustus 2024 dari laman dpr.go.id.
Sahroni juga menilai, kalau geng motor merupakan pintu masuk bagi tindak kriminal lainnya. Sebab itu, perlu penanganan tegas sejak dini.
"Semakin diberi efek jera, semakin bagus. Geng motor itu ibarat 'sekolah dasar' bagi kriminalitas. Jika tidak diputus sejak awal, mereka bisa berkembang menjadi penjahat yang lebih serius," kata Sahroni.
Mayoritas anggota geng motor yang terlibat dalam kejahatan yakni remaja dan pemuda berusia antara 15-25 tahun.
Faktor-faktor seperti pengaruh teman sebaya, lingkungan, dan kurang pendidikan dianggap berkontribusi terhadap keterlibatan mereka dalam kejahatan.
Kejahatan geng motor paling seri terjadi di daerah perkotaan padat penduduk, terutama di daerah yang memiliki pengawasan yang rendah, dan jalan-jalan yang kurang penerangan.
Meski data spesifik dan rinci kerap tidak publikasikan secara luas, berbagai laporan dari media, dan aparat penegak hukum menunjukkan, aksi kriminal geng motor merupakan satu di antara masalah yang serius.
Dan perlu ditangani dengan pendekatan yang komprehensif, kerja sama antara polisi, pemerintah daerah, dan masyarakat sangat penting untuk mengatasi masalah ini.(*)