AyoBacaNews.com - Pangkalan Brandan merupakan sebuah kota kecil yang berada dalam wilayah Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Pangkalan Brandan dahulu dikenal dengan "Kota Pinyak," tempat pertama kali ditemukannya minyak bumi di Indonesia di Desa Juli, Pangkalan Brandan pada tahun 1883.
Sejak tahun 1883 hingga tahun 1920-an, perusahaan tambang minyak ini setiap tahun hasilnya meningkat, sehingga menambah pemasukan bagi Istana Langkat yang semakin kaya ketika itu.
Sumur minyak ini dapat ditemui melalui jalan barat jauh, 17 km dari Kota Pangkalan Brandan, dengan keadaan jalan yang sangat darurat.
Namun, perjalanannya terbayar karena panorama alamnya yang sangat menakjubkan. Sumur minyak Telaga Said ini telah ditinggalkan karena bagaikan puing-puing tak berguna.
Di samping sumur minyak Telaga Said, terdapat juga banyak sumur minyak di Pangkalan Brandan dan sekitarnya.
Di antaranya adalah sumur minyak Bukit Tua, sumur minyaknya Lubuk Kertang, dan sumur minyak Ray. Dengan mutu minyaknya yang baik, minyak dari sumur-sumur ini banyak dikirim ke pasaran dunia.
Ketika Jepang masuk dan menjajah Indonesia, otomatis perusahaan tambang minyak ini diambil alih oleh Jepang .
Pangkalan Brandan di masa prakemerdekaan merupakan ajang perebutan antara Jepang dengan Sekutu, termasuk Belanda.
Maka, pada tanggal 4 Januari 1949, tambang minyak ini dibombardir oleh Sekutu dari Utara, yang mengakibatkan banyak kerusakan dan korban jiwa.
Jepang dengan segera pula melakukan rehabilitasi agar tambang minyak yang pada masa Perang Dunia Kedua ini bisa dimanfaatkan kembali.
Namun, ketika Jepang kalah dan bertekuk lutut, tambang minyak ini diserahkan kepada pemuda-pemuda Indonesia untuk diambil alih dari tangan Jepang dan diserahkan ke pemerintah Indonesia.
Pada tanggal 17 Juni 1946, tambang minyak ini diserahkan kepada pemerintah Indonesia melalui pemerintahan Kabupaten Langkat.
Pada saat itu pula, nama tambang minyak ini berubah dari Perusahaan Tambang Minyak Republik Indonesia menjadi Pertamina.
Sumur Telaga Said yang ditemukan pada tahun 1883 di masa Kesultanan Langkat merupakan sumur minyak pertama yang ditemukan secara nasional, tetapi kini dilupakan.
Pada tanggal 27 Juli 1947, dengan atraksi pertamanya, pasukan Belanda mulai memasuki Pangkalan Brandan melalui Tampilin.
Saat itu, mereka menguasai Stabat-Binjai yang diduduki oleh Belanda. Akibatnya, ibu kota Kabupaten Langkat dipindahkan dari Binjai ke Pangkalan Brandan.
Namun, pada tanggal 4 Agustus 1947, Tanjungpura diduduki oleh pasukan Belanda. Maka, dua hari setelah itu, pada tanggal 6 Agustus 1947, pasukan Belanda mulai bergerak ke arah Pangkalan Brandan dan melingkari tambang minyak tersebut.
Mengetahui maksud Belanda, para pimpinan TKR dan Laskar Rakyat, seperti Mayor Nazaruddin, Mayor Hijau, Kapten Amarano, Letnan Mahyudin, serta beberapa pimpinan lainnya, melaksanakan rapat dan memutuskan untuk membumihanguskan tambang minyak dan kota Pangkalan Brandan agar tidak dikuasai oleh Belanda.
Untuk melaksanakan operasi ini, pimpinan diserahkan kepada Mayor Nazaruddin. Para penduduk Pangkalan Brandan pun diungsikan jauh dari kota Pangkalan Brandan.
Selanjutnya, pada tanggal 13 Agustus 1947, waktu dini hari, tambang minyak tersebut diledakkan dan Pangkalan Brandan ikut terbakar.
Operasi ini menunjukkan pengorbanan besar, bukan hanya nyawa dan jiwa, tetapi juga harta demi tanah air.
Bandung Lautan Api tidak seberapa bila dibandingkan dengan peran dan bumi hangus sebuah perusahaan perminyakan yang cukup besar dalam sejarah perjuangan Indonesia.
Para pejuang yang gugur dalam mempertahankan tambang minyak ini dikenang dengan peringatan "Brandan Bumi Hangus."
Setiap tahunnya, Pemerintah Kabupaten Langkat melaksanakan kegiatan untuk mengenang tragedi ini, termasuk lomba baca puisi perjuangan, lomba lagu perjuangan, lomba drama kolosal, dan berbagai kegiatan lainnya.
Puncaknya, pada tanggal 13 Agustus 2016 yang lalu, diadakan acara besar di lapangan bola Petrolia Pertamina, Pangkalan Brandan, dengan menampilkan lintas sejarah dan drama kolosal yang melibatkan sanggar-sanggar seni, pelajar, dan anggota Marinir Batalyon 8.
Tragedi "Brandan Bumi Hangus" merupakan bagian penting dari sejarah nasional, terutama dalam peran minyak bumi dalam pembangunan nasional.
Kini, meskipun dianggap mulai kering, Pangkalan Brandan tetap menjadi bagian dari sejarah perminyakan nasional, yang pernah memberikan kontribusi besar bagi bangsa ini.
Sejarah "Brandan Bumi Hangus" mengingatkan kita pada pengorbanan besar yang dilakukan oleh para pejuang untuk mempertahankan tanah air dari penjajah. (*)